KURIKULUM 2013 : ANTARA IDEALITAS DAN REALITAS
Oleh : Ulin Nuha, M.Ag.
Perubahan kurikulum di Indonesia sudah banyak
dilakukuan mulai kurikulum 1947, kurikulum 1950, kurikulum 1952, kurikulum
1964, kurikulum 1968, kurikulum 1974, kurikulum 1978, kurikulum 1984 (CBSA),
kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK), kurikulum 2006 (KTSP) dan sekarang
kurikulum 2013.
Munculnya kurikulum 2013 menimbulkan respon
bermacam-macam baik dari kalangan pakar maupun praktisi pendidikan juga
masyarakat lainnya. Namun adanya variasi opini mereka menunjukkan bahwa mereka
memiliki kepedulian karena pembangunan sistem pendidikan.
Bagi yang pro, akan
melihat kurikulum ini sebagai motivasi dan penerapannya lebih efektif dan
efisien. Sebagai motivasi, guru akan lebih professional dalam melaksanakan
tugasnya. Karena, peserta didik lebih banyak berperan, kreatif dan inovatif
dalam menggali ilmu pengetahuan baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
Sementara guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan juga sebagai mediator dan fasilitator dalam
proses pembelajaran yang juga ditunjang dengan peruses penilaian yang autentik.
Sementara bagi yang kontra,
akan melihat kurikulum 2013 akan menjadi beban, terutama bagi guru yang tidak punya semangat mengajar. Karena
tuntutan sebagai guru professional lebih dikedepankan. Sementara bagi guru yang
tidak disiplin dan tidak professional apalagi yang tidak mau maju, tuntutan dalam
kurikulum 2013 bagi mereka terasa berat. Jadi, Implementasi kurikulum 2013 bisa
menjadi motivasi bisa juga menjadi “beban” terutama bagi guru sebagai praktisi
pendidikan yang terkait langsung dengan peserta didik.
Guru Profesional
: Sebuah Tuntutan
Kurikulum 2013 mempersiapkan
peserta didik dalam menghadapi tantangan masa depan melalui pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan keahlian untuk beradaptasi serta bisa bertahan hidup
dalam lingkungan yang senantiasa berubah.
Perubahan kurikulum yang meliputi
empat elemen yaitu : pertama; standar kompetensi kelulusan, kedua
standar isi, ketiga, standar proses dan keempat,
standar penilaian dan pengembangan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada
penyederhanaan, pendekatan tematik-integratif, secara realistis sebenarnya membawa implikasi yang luar biasa.
Artinya, efektifitas dan efesiensi dalam proses pendidikan sangat kelihatan.
Misalnya, optimalisasi keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan peran
guru sebagai fasilitator dan pembimbing dapat menghasilkan kualitas
pembelajaran dan keontentikan dalam penilaian yang semua itu dapat dirasakan
hasilnya oleh siswa.
Cukup rasional dan
realistis juga bahwa latar belakang pengembangan kurikulum 2013 adalah karena masih
terdapat beberapa permasalahan pada Kurikulum 2006 (KTSP) antara lain pertama,
konten kurikulum yang masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan
banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat
kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. Kedua,
belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional. Ketiga, kompetensi belum menggambarkan
secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa
kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya
pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft
skills dan hard
skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum, Keempat,
belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat
lokal, nasional, maupun global. Kelima, standar proses
pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga
membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran
yang berpusat pada guru. Keenam, standar penilaian belum
mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum
secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala. Ketujuh,
dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan
multi tafsir (Draft Kurikulum 2013).
Disamping itu, kurikulum
2013 juga menuntut guru agar lebih professional. Sehingga menghasilkan lulusan (out
put) yang berkualitas, kompetitif (berdaya saing tinggi), mencerdaskan,
kreatif, inovatif, berkarakter (berkepribadian), mempunyai skill, berakhlak
mulia dan beriman serta bertaqwa kepada Allah SWT. Karena untuk menghasilkan out
put yang berkualitas memerlukan proses yang berkualitas. Sedemikian
pentingnya sebuah proses, maka pendidikan yang baik adalah bagaimana mengelola input
(peserta didik) yang kurang atau bahkan tidak berkualitas melalui proses
yang berkualitas akan menghasilkan out put (lulusan) yang berkualitas.
Artinya adanya perubahan mendasar, minimal kompetensi inti sebuah ilmu
pengetahuan telah diperoleh peserta didik.
Oleh karena itulah seorang
guru yang professional harus mampu mewujudkan kinerja profesinya secara utuh
yang dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan pendidikan.
Disamping itu ia juga dituntut mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai guru kepada peserta didik, orangtua, masyarakat, bangsa, negara dan
agamanya. Adanya kurikulum baru 2013, sebenarnya menuntut guru untuk mewujudkan
semua itu.
Realitas Pendidikan : Sebuah Tantangan
Pengembangan kurikulum
melalui kurikulum pendidikan merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan. Setiap
inovasi tidak semua obyek misalnya pendidik dan tenaga kependidikan begitu
saja menerima atau mengadopsi inovasi tersebut.
Hal ini terkait dengan
sebuah kemapanan yang pada umumnya tidak mudah begitu saja untuk menerima
sebuah perubahan. Walaupun kemapanan tersebut pada dasarnya memang benar-benar
membutuhkan sebuah perubahan. Ataupun, sebenarnya perubahan atau inovasi yang
ditawarkan tersebut sebenarnya akan membawa kearah perbaikan, peningkatan
kualitas pendidikan, karena memang perubahan itu sudah didasarkan analisis yang
cukup matang.
Oleh karena itu, realita
dalam pendidikan baik bersifat kelembagaan atau institusi, sarana dan prasaana,
ketenagaan (pendidik), obyek (peserta didik) maupun secara geografis memerlukan
kecermatan dalam merealisasikan kurikulum 2013. Misalnya tidak semua lembaga
pendidikan dari segi sarana dan prasarana maupun guru mempunyai fasilitas yang
memadai dan guru yang berkulaulitas. Apalagi secara geografis, lembaga
pendidikan yang ada di pedesaan yang memerlukan perhatian dalam segala
unsur-unsur pendidikan.
Hal ini sangat
mempengaruhi pelaksanaan perubahan kurikulum pendidikan khususnya implementasi
kurikulum 2013. Belum lagi secara psikologi atau mental bagi para guru yang
malas untuk diajak “maju” dalam mengajar. Dan banyak lagi para guru yang
memerlukan “suntikan” untuk memotivasi supaya lebih baik dan lebih
professional. Karena masih banyak guru yang kurang bila tidak dikatakan tidak
layak mengajar. Kualifikasi dan kompetensi mereka tidak mecukupi untuk mengajar
di sekolah.
Fenomena tersebut
menegaskan bahwa masalah SDM pendidikan yang belum professional merupakan salah
satu akar permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatam kualitas
pendidikan khususnya di Indonesia.
Maka tidak heran dan realistis juga bila ada yang
membuat istilah penyakit guru yang menjadi permasalahan yang dihadapi, misalnya
kudis (Kurang Disiplin) artinya melaksanakan tugas asal-asalan
tidak tepat waktu, tidak akurat rencana dan program. Kurap (Kurang
Rapi) artinya penampilan fisik (performan) acak-acakan, persiapan administrasi
KBM asal-asalan. Kusta (Kurang Strategi) artinya tampil mengajar
di hadapan siswa hanya menggunakan metode ceramah sehingga membosankan, tidak
menggunakan berbagai metode mangajar sehingga tidak membangkitkan semangat
belajar peserta didik. Asma (Asal Masuk kelas) artinya ketika
guru masuk kelas tanpa disertai persiapan dan perencanaan matang secara
tertulis dan sistematis. Asam Urat (Asal Sampai Materi Urutan
Tidak Akurat) artinya cara menyajikan materi pelajaran masih konvensional,
metode tugas mencatat paling sering dilakukan. Kadang batas materi pelajaran
yang disampaikan gurupun tidak tahu. Diabetes (Di hadapan Anak
Bekerja Tidak Serius).
Diare (Di kelas Anak di
Remehkan) artinya potensi, bakat dan minat anak kurang diperhatikan, sehingga
proses belajar mengajar monoton, tidak menumbuhkembankan potensi peserta didik
tapi mustru sering membunuh potensi, bakat dan minat peserta didik. Gatal
(Gaji tambah Aktivitas Lesu) artinya gaji ingin terus bertambah, tapi
melaksanakan tugas dan kewajiban tidak mau berubah. Mengikuti sertifikasi
sangat ambisi padahal kurang memiliki kompetensi tujuan utamanya ingin
berpenghasilan tinggi mendapat gaji tunjanan profesi. Ginjal
(Gaji Nihil Jarang Aktif dan Lambat) artinya gaji minus tiap bulan karena habis
oleh kredit bamk, akhirnya hilanglah gairah bekerja, pudar semangat mengajar. Hipertensi
(Hilang Pertaian Terhadap Nasib Siswa) artinya peserta didik todak diperhatikan,
mau pintar mau bodoh masa bodoh, tidak ada upaya pengayaan bagi peserta didik
berprestasi dan tidak ada upay perbaikan atau remedial bagi yang kurang
berprestasi. Kanker (Kantong Kering) artinya gaji satu blan habis
satu minggu, karena besar pasak daripada tiang, tinggi kemauan rendah
kemampuan. Penghasiln tidak memenuhi kebutuhan, akibatnya hilanglah semangat
melaksanakan tugas, malas masuk kelas, sering mangkir tidak hadir.
Rematik (Rendah Motivasi Anak Tidak
Simpatik) tidak semangat ketika mengajar, performan tidak menarik sehingga
peserta didik tidak simpatik bahkan sebaliknya antipasti akhirnya melemahkan
bahkan menghilangkan gairah belajar. Tampil mengajar tidak menyenangkan peserta
didik. Struk (Suka Terlambat Untuk Masuk Kelas). TBC
(Tidak Bisa Computer) artinya gagap teknologi (Gaptek), tidak ada usaha untuk
meng-upgrade kompetensi diri, sehingga penguasaan teknologi informasi dan
komunikasi kalah dengan peserta didik. Tipus (Tidak Punya Selera)
Artinya ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar di hadapan peserta didik
tidak semangat dan kurang gairah. Prostat (Program dan Strategi Tidak dicatat)
artinya ketika KBM todak disertao SIlabus dan RPP, tanpa dilengkapi program dan
strategi mengajar yang ditulis sistematis. Liper (Lekas Ingin
Pergi) artinya tidak betah berada di sekolah,tidak antusias masuk ke kelas,
bahkan sebaliknya ingin segera pulan untuk mencari penghasilan tambahan.
Kadang-kadang usaha sampingan diutamakan, tugas utama mengajar dilupakan. Mual
(Mutu Amat Lemah) artinya banyak guru yang belum memiliki kompetensi pedagogic,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosiao dan kompetensi professional yang
ideal. Kurang menguasai materi pelajaran dan metode pembelajaran. Lesu
(Lemah Sumber) artinya sumber pelajaran hanya mengandalkan buku paket, tidak
memiliki buku referensi yang variatif dan representative sehingga wawasannya
sempit. (Yudi Supriyadi)
Kalau membaca beberapa
istilah penyakit guru tersebut, maka jelaslah tantangan implementasi
kuriukulum 2013 sangatlah nyata,
terutama masalah guru. Oleh karena itu upaya strategi memotivasi guru itu
sangatlah dibutuhkan untuk menumbuhkan gairah mengajar dan pentingnya menjadi
guru yang professional “Be Good A Teacher or Never” (Lebih Baik Tidak Jadi Guru
Daripada Jadi Guru Tiadk baik).