PENGENALAN
KITAB MUWATHTHA’
DAN
MUSNAD AHMAD
Oleh
: Ulin Nuha
A.
PENDAHULUAN
Sunnah Rasulullah saw
merupakan sumber hukum kedua bagi Islam setelah Al Qur’an. Al Qur’an merupakan
undang-undang yang memuat pokok-pokok dan kaidah-kaidah mendasar bagi Islam
yang mencakup bidang akidah, ibadah, akhlak mu’amalah, dll. Sedangkan Sunnah
Rasulullah saw atau hadits nabi saw merupakan penjelas teoritis dan praktis
aplikatip bagi Al Qur’an.[1]
Al Qur’an dan Hadits
adalah pedoman umat Islam yang harus dilestarikan. Pelestarian Al Qur’an, sudah
dilakukan pada masa Usman bin Affan yang disebut dengan Mushaf Usmani. Namun,
pelestarian Hadits nabi tidak seperti pembukuan Al Qur’an yang sama sampai sekarang.
Hadits nabi yang telah dibukukan bermacam-macam versi, baik bentuk maupun
pengarangnya. Di antaranya adalah kitab Hadits al Muwaththa’ dan Musnad Ahmad.
Makalah ini, secara
sederhana akan menguraikan tentang siapa pengarangnya, bagaimana kitab tersebut
dan sejauh mana derajat kitab hadits tersebut di antara kitab-kitab
hadits-hadits yang lain.
B.
BIOGRAFI
1.
Imam Malik bin
Anas
Ia
adalah tokoh pendiri madzhab Maliki, seorang imam dan mujtahid besar dalam
Islam, yang ahli dalam bidang fiqh dan hadits. Nama lengkapnya adalah Abu
Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amir bin Haris bin Gaiman
bin Kutail bin Amr bin Haris al-Ashari.[2]
Dilahirkan pada tahun 93 H di Madinah dan wafat pada tahun 179 H/795 M.[3]
Sejak
lahir sampai wafatnya beliau menetap di Madinah al Munawaroh, yang pada
masanya kota ini menjadi sentral perkembangan sunah dan hadits Rasulullah saw
dan menjadi salah seorang tokoh perawi hadits yang termasyhur oleh sebab itu,
ia terkenal dengan sebutan “Imam Dar al Hijrah”.[4]
Pendidikan
beliau dimulai dengan menulis hadits, sehingga dalam hal penerimaan hadits,
beliau hanya menerima dari orang yang dipandang ahli hadits dan terpercaya
(tsiqat), da redaksi (matan) haditsnya tidak bertentangan dengan Al Qur’an. Di
samping itu, matan hadits itu sejalan dengan amalan penduduk Madinah.[5]
Dalam meriwayatkan hadits, ia tidak mengandalkan kekuatan hafalan saja, tetapi
juga tulisan.[6]
Guru yang sekaligus menjadi sumber penerimaan hadits Imam Malik adalah Nafi’
bin Ali Nu’aim, Ibnu Syihab az-Suhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin
Sa’id al Ansari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdur
Rahman bin Hurmuz (seorang tabi’in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu
berdebat). Adapun murid-muridnya antara lain : Asy-Syarbani, Imam Syafi’i,
Yahya bin Yahya al-Andalusi, Abdurrahman bin Karim di Mesir, dan Asad al-Furat
at-Tunisi.[7]
Di
samping ahli hadits, Imam Malik juga ahli di bidang hukum Islam/Fiqh. Pada
mulanya, ia mencurahkan studinya pada ilmu hadits (riwayat), fatwa sahabat dan
tabi’in. Selanjutnya, aspek-aspek ini menjadi pilar pokok bagi bangunan
fiqhnya. Kerka Imam Malik yang terbesar adalah Kitab al Muwaththa’ dari
beberapa karya yang diatribusikan kepadanya yaitu risalah Ila Ibn Wahib Fil
Qadr, kitab an-Nujum, Risalah Fil Aqdiya, Tafsir Li Ghrib al Qur’an, Risalah
ila al-laith b. Said, Risalah ila Abu Ghassan, kitab al-Syiar, Kitab Al-Manasik
dan Kitab Al
Muwatta.[8]
2.
Imam Ahmad bin
Hambal
Ahmad
bin Hambal adalah Abu Abdullah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hambal Ibn Hilal Ibn Asad
al-Syaibani al-Marwazi berasal dari Maru, tetapi ketika ibunya sedang
mengandungnya pergi ke Baghdad sehingga beliau dilahirkan di sana pada bulan
Rabi’ul Awal 164 Hijriyah atau Nopember 780 M.[9]
Ahmad
mulai menuntut ilmu semenjak kecil. Kemudian, dalam rangka menuntut ilmu itu,
ia mengembara ke negeri Siria, Hijaz dan Yaman ia mendengar (mempelajari
hadits) dari Sufyan bin Uyaiman dan ulama lain yang segenarasi dengannya. Lalu
berguru kepada Imam Syafi’i selama Sayfi’i menetap di Baghdad As-Syafi’i pernah
berkata tentang Ahmad sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Ar Rahbawi. “Saya
keluar dari Baghdad dan tidak saya tinggalkan di sana orang yang paling takwa,
paling zuhud, paling wara’ dan paling berilmu, melebihi Ahmad bin Hambal.[10]
Beliau menghafal berjuta-juta hadits sepanjang hidupnya. Beliau adalah salah
seorang pelopor dalam sejarah Islam yang mengkombinasikan antara ilmu hadits
dan fiqh.
Ia
meriwayatkan hadits dari Basyar ibn al Mufadldlal, Ismail ibn ‘Ulaiyah, Sufyan ibn
‘Uyainah, Yahya ibn Said al Qaththan, Abu Daud ath Thayalidy, Asy Syafi’i Abdul
Wahid, Abdur Razzaq, Wakte’, Yahya bin Ma’ien, “Ali Ibnul Madiny dan Al Husain
ibn Manshur.[11]
Beliau
telah berhasil mengarang sejumlah buku. Banyak di antaranya telah diterbitkan.
Sedangkan yang lainnya telah hilang. Karya-karya beliau adalah Al Hal wa
Ma’rifat al-Rijal, Tarikh, An Nasikh wal Mansukh. Al Tafsir, Al Manasik, Al
Asyribah, Al Zuhud, Al Radd’ Ala Al Zanadiqah wal-Juhmiyah dan Al Musnad.[12]
Ahmad
bin Hambal paling dikenal sebagai pengarang “Al Musnad” yang berisi 40.000 buah
hadits. Pada akhirnya, sesudah mencapai derajat al Imam, kemudian ia
mengundurkan diri dari tugasnya dan masuk dalam kehidupan Zuhud. Beliau wafat
pada tanggal 12 Rabiul Awal 241 H/
31 Juli 855 M pada usia ke 75 di Baghdad.[13]
C.
KITAB
Al MUWATHTHA’
Al Muwaththa’ adalah
kitab hadits yang disusun oleh Imam Malik yang dimasyarakat biasa disebut
Muwaththa’ Malik.[14]
Kitab ini adalah kitab hadits dan sekaligus kita fiqh, karena berisi
hadits-hadits yang disusun sesuai dengan bidang-bidang yang terdapat dalam
kitab fiqh.
Hadits-hadits yang
terdapat dalam kitab Al Muwaththa’ tidak seluruh sanadnya bersambung, karena
disamping hadits, di dalamnya terdapat pula fatwa para sahabat dan tabi’in.
Kitab ini ditulis pada tahun 144 H atas permintaan khalifah Abbasiyah, Abu
Ja’far Al Manshur (754-775 M). dinamakan Al Muwaththa’ (yang disepakati), karena
sebelumnya kitab ini disebarluaskan kepada masyarakat, pengarangnya telah
meminta 70 ulama terkemuka saat itu untuk menilainya. Ternyata mereka semua
menyetujuinya.[15]
Imam Malik mengumpulkan
sejumlah materi hadits dan menyeleksinya menjadi beberapa ribu saja. Semua
materi dipelajari Malik selama kurang lebih empat puluh tahun. Beliau
berkali-kali merevisi karyanya. Oleh karena itu, kitab ini disajikan dalam
banyak versi,[16]
kitab Al Muwaththa’ yang beredar dewasa ini berasal dari naskah yang ditulis
atau diriwayatkan oleh Yahya bin Yahya al-Andalusi (151 H/152 H-233 H/234 H),
ulama besar dan Maghrib (sebutan negara-negara Islam di Afrika Utara) yang
meriwayatkannya langsung dari Imam Malik pada akhir hayatnya.[17]
Versi ini berisikan hadits nabi, Atsar-atsar dari sahabat dan atsar-atsar dari
ulama berikutnya.
Hadits-hadits yang
terdapat dalam Al Muwaththa’ belum dicantumkan urutan-urutan periwayatannya
sebagaimana terdapat pada kitab-kitab hadits (Bukhari dan Muslim). Sebab
kebutuhan kejelasan tentang periwayat
hadits pada saat itu belum muncul/ hadits-hadits dalam Al Muwaththa’
terdiri dari 600 hadits musnad (sanadnya sambung sampai Nabi saw). 222 hadits
mursal, 613 hadits mauquf dan 285 hadits maqtu.[18]
Akan tetapi, menurut Ash-Syuyuthi sebagaimana dikutip dalam Ensiklipedi Islam,
bahwa semua hadits mursal atau munqati’ yang terdapat dalam al Muwatho’ dapat
diperkuat keberadaannya dengan riwayat lain.[19]
Mengenai keberadaa
hadits-hadits dalam Al Muwaththa’ menurut sebagian ulama menempati peringkat
pertama dalam kesahihan hadits setelah shahih Bukhari dan Muslim, karena hampir
semua riwayat yang ada dalam kitab itu terdapat dalam Kutubus Sittah.
Kitab Al Muwaththa’
merupakan kitab hadits yang cukup banyak mendapat perhatian para ulama dengan
memberikan syarah (penjelasan) kepada kitab tersebut. Pensyarah-pensyarah itu
di antaranya adalah Ibn Abdul Barr yang menyusun dua syarah At Tahmid dan Al
Istidzhkar, Al Baji, Sulaiman bin Khalaf (424 H). Menyusun dua buah syarah : Al
Istifa’ dan Muntaqa yang berjumlah 7 jilid, Al Zarqani, Muhammad Abdul Baqi
(122 H). Sebanyak 4 jilid, Al Kandahlawi, Muhammad Zakaria (1315 H) menulis
Awjaz Al Masalik Syarh Muwaththa’ of Imam Malik.[20]
D.
KITAB
MUSNAD AHMAD
Kitab Musnad Ahmad
disusun oleh Imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal Asy Syaibani al
Mawarzi atau Ahmad bin Habal Musnad Ahmad adalah sebuah kitab hadits yang
tersusun berdasarkan nama-nama sahabat periwayat hadits da bukan berdasarkan
topik masalah. Musnad ini dipandang kitab hadits induk yang ketujuh. Isinya
berjumlah 40.000 buah hadits, 10.000 di antaranya berulang-ulang.[21]
Berbeda dengan kitab Al Muwaththa’ yang disusun berdasarkan bab-bab yang ada
dalam fiqh, kitab Musnad Ahmad disusun berdasarkan perawi pertama dan diurutkan
sesuai dengan huruf hijaiyah.
Penyusunan kitab Musnad
Ahmad dilanjutkan oleh putranya yaitu Abdullah bin Ahmad bin Hambal da Abu
Bakar Al Qath’iy yang sebelum beliau menyusun dengan rapi dan baik, beliau
sudah meninggal dunia, sehingga di dalamnya terdapat hadits dhaif dan empat
hadits maudhu’.[22]
Sebagaimana kitab
Muwaththa’, Musnad Ahmad juga mendapat perhatian besar dari ulama, dengan cara
menyusun berdasarkan bab-bab hukum misalnya Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Sa’ati,
orang tua Hasan Al Banna. Ia menyusun karya Musnad Asli berdasarka bab hukum.
Karya ini mempunyai syarah yang baik dan merujuk kepada hadits-hadits karya
lainnya. Buku ini telah dipublikasikan dalam dua puluh empat jilid. Ulama
lainnya adalah Ahmad Syakir yang berminat untuk mempublikasikan sebuah edisi
kritis tentang musnad asli yang dikarang oleh Ibnu Hambal.[23]
Untuk memperjelas
tentang derajat kitab hadits, Ad Dahlawi sebagaimana dikutip oleh Hasbi Ash
Shiddiqi, membagi derajat kitab hadits kepada empat tingkatan: Pertama, shahih
Bukhari, shahih Muslim, dan Al Muwaththa’. Kedua, Sunan yang empat (Abu Daud,
An Nasai, At Turmudzi, dan Ibnu Majah), sementara Musnad Ahmad berdekatan
kepada tingkatan yang kedua. Ketiga, seluruh musnad selain Musnad Ahmad, yang
kandungannya bercampur baur, ada yang shahih, ada yang hasan, ada yang dhaif
bahkan ada yang munkar (Musnad Abu Ya’la Sunan Al Baihaqy, kitab-kitab At
Thahawy dan kitab Ats Thabarany). Keempat, kitab-kitab yang semaksud oleh
penyusunnya mengumpulkan segala rupa hadits, untuk kepentingan mereka
masing-masing dan membantu pendirian dan faham.[24]
E.
KOMENTAR
Imam Malik di samping
seorang tokoh ahli hadits juga tokoh ulama ahli fiqh. Ia termasuk penghulu
madzhab Maliki. Yang dalam hukum Islam menjadi salah satu aliran terkemuka.
Pemikiran Imam Malik,
baik dalam bidang hadits maupun hukum Islam sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
Madinah sebagai pusat timbulnya sunnah Rasul dan sunnah sahabat, sejak lahir
sampai wafat. Terbukti dalam kitab Al Muwaththa’, ia tidak hanya memasukkan hadits-hadits yang
musnad (sampai pada nabi) tapi juga memasukkan hadits yang mauquf (perkataan,
perbuatan atau taqrir yang dinisbatkan kepada sahabat nabi). Hal ini
menunjukkan, bahwa Imam Malik tidak menghilangkan bahkan tetap melestarikan
sunnah-sunnah atau kebiasaan-kebiasaan para sahabat. Sehingga dalam Muwaththa’
berisi tentang hadits Nabi dan atsar sahabat.
Isi kitab Muwaththa’
tersebut, berimplikasi pada pemikiran beliau dalam bidang hukum Islam, yaitu
bila terjadi perbedaan serta sunnah dengan sunnah lainnya, maka ia berpegang
kepada tradisi yang biasa berlaku di Madinah yang dianggap berasal dari sahabat
nabi saw.
Mengenai kitab Musnad
Ahmad, karena cara penyusunannya, terdapat hadits-hadits dhaif dan maudhu dan
disusun berdasarkan perawi, bukan bab, maka tidak semua orang bisa begitu saja
mengambil salah satu hadits untuk dijadikan hujjah. Sebab membutuhkan
ketelitian atau kecermatan untuk menilai kekuatan haditsnya sebagai sumber
hukum. Walau demikian, kitab tersebut tetap menjadi kitab induk ketujuh dari
Kutubus Sittal, yang bukan berarti kita tidak atau jarang menggunakannya.
F.
PENUTUP
Dari uraian di atas
dapat dipahami bahwa Imam Malik adalah seorang ahli hadits dan ahli fiqh.
Karyanya yang sangat terkenal dan cukup mendapat perhatian banyak ulama adalah
kitab Al Muwaththa’ yang berisi hadits nabi saw. Dan atsar para sahabat dan
disusun berdasarkan bab-bab dalam bidag fiqh.kitab Al Muwaththa’ kedudukannya
di bawah Bukhari-Muslim, sedangkan Musnad Ahmad penyusunannya tidak berdasarkan
bab-bab tertentu, tetapi perawi, berdasarkan huruf hijaiyah. Kedudukannya
Musnad Ahmad di bawah Kutubus Sittah atau buku induk yang ketujuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Qadir Ar-Rahbawi, As-Shalatu Alal
Mazahibil ‘Arba’ah, alih bahasa, Zeid Husein Al-Hamid dan Drs. M
Hasanuddin, Salaf Empat Mazhab,
Litera Antar Nusa, Jakarta, 1995.
Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1993, cet. Kedua, Jilid III.
Endang
Soetari, Drs. H. AD., M.Si., Ilmu Hadits,
Amal Bakti Press, Bandung, 1997.
Muhamma
Mustafa Azami, Prof. Dr., Studies in
Early Hadith Literature, alih bahasa H. Ali Mustafa Yaqub, M.A., Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya,
Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994.
-----------------------------------------------,
Studies In Hadith Methodology and
Literature, Islamic Book Trust, Kuala Lumpur, t.t.
Syuhudi
Ismail, Dr. M., Cara Praktis Mencari
Hadits, PT. Karya Unipress, Jakarta, 1991.
Tengku
Muhammad hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Penghantar Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1997.
Yusuf
Qardawi, Dr., Al Marju’iyyah al ‘Ulya Fil
Islam lil Qur’an was Sunnah Dhawabith dalam Mahadzir Fil Fahmi wat Tafsir
alih bahasa Bahruddin Faunani, Al Qur’an
dan As Sunnah Referensi Tertinggi Umat Islam: Beberapa Kaidah dan Rambu dalam
Memahami dan Menafsirkan, Robbari Press, Jakarta, 1997.
[1] Yusuf Qardawi, Dr., Al Marju’iyyah al ‘Ulya Fil Islam lil Qur’an
was Sunnah Dhawabith dalam Mahadzir Fil Fahmi wat Tafsir alih bahasa
Bahruddin Faunani, Al Qur’an dan As
Sunnah Referensi Tertinggi Umat Islam: Beberapa Kaidah dan Rambu dalam Memahami
dan Menafsirkan, Robbari Press, Jakarta, 1997, hal. 62.
[2] Drs. H. Endang Soetari AD.,
M.Si., Ilmu Hadits, Amal Bakti Press,
Bandung, 1997, hal. 281.
[3]
Prof. Dr.
M.M. Azami, Studies in Early Hadith
Literature, alih bahasa H. Ali Mustafa Yaqub, M.A., Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Pustaka Firdaus, Jakarta,
1994, hal. 402.
[7]Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1993, cet.
Kedua, Jilid III, hal. 140.
[8]
Muhammad
Mustafa Azami, M.A., Ph.D., Studies In
Hadith Methodology and Literature, Islamic Book Trust, Kuala Lumpur, t.t.,
hal. 82.
[10]
Abdul Qadir
Ar-Rahbawi, As-Shalatu Alal Mazahibil
‘Arba’ah, alih bahasa, Zeid Husein Al-Hamid dan Drs. M Hasanuddin, Salaf Empat Mazhab, Litera Antar Nusa,
Jakarta, 1995, hal. 7.
[11]
Tengku
Muhammad hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Penghantar Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1997, hal. 291.
[14]
Dr. M.
Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari
Hadits, PT. Karya Unipress, Jakarta, 1991, hal. 12.
0 comments :
Post a Comment