SMA NU AL MA'RUF KUDUS

Kokoh dan Elegan, Jl. AKBP R. Agil Kusumadya No. 2 Kudus, Jawa Tengah

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

PENINGKATAN KOMPETENSI GURU (PKG)

Penyelenggara oleh LPTK Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Tanggal 14-17 dan 26-27 Desember 2012 di Hotel Muria Semarang Jawa Tengah.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

LAGI SANTAI SEJENAK DI "SOLO PARAGON Hotel and Residence"

Dalam Acara Workshop "Implementasi Pendidikan Karakter dan Antikorupsi" Di Solo Paragon (Hotel and Residence) Solo Jawa Tengah. Diselenggarakan oleh Dirjen Dikmen, Kemendikbud Republik Indonesia tanggal 16 - 19 Nopember 2012.

Friday 1 August 2014

KURIKULUM 2013 : ANTARA IDEALITAS DAN REALITAS

KURIKULUM 2013 : ANTARA IDEALITAS DAN REALITAS
Oleh : Ulin Nuha, M.Ag.

Perubahan kurikulum di Indonesia sudah banyak dilakukuan mulai kurikulum 1947, kurikulum 1950, kurikulum 1952, kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1974, kurikulum 1978, kurikulum 1984 (CBSA), kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK), kurikulum 2006 (KTSP) dan sekarang kurikulum 2013. 
Munculnya kurikulum 2013 menimbulkan respon bermacam-macam baik dari kalangan pakar maupun praktisi pendidikan juga masyarakat lainnya. Namun adanya variasi opini mereka menunjukkan bahwa mereka memiliki kepedulian karena pembangunan sistem pendidikan. 
Bagi yang pro, akan melihat kurikulum ini sebagai motivasi dan penerapannya lebih efektif dan efisien. Sebagai motivasi, guru akan lebih professional dalam melaksanakan tugasnya. Karena, peserta didik lebih banyak berperan, kreatif dan inovatif dalam menggali ilmu pengetahuan baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Sementara guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan  juga sebagai mediator dan fasilitator dalam proses pembelajaran yang juga ditunjang dengan peruses penilaian yang autentik.
Sementara bagi yang kontra, akan melihat kurikulum 2013 akan menjadi beban, terutama bagi guru yang  tidak punya semangat mengajar. Karena tuntutan sebagai guru professional lebih dikedepankan. Sementara bagi guru yang tidak disiplin dan tidak professional apalagi yang tidak mau maju, tuntutan dalam kurikulum 2013 bagi mereka terasa berat. Jadi, Implementasi kurikulum 2013 bisa menjadi motivasi bisa juga menjadi “beban” terutama bagi guru sebagai praktisi pendidikan yang terkait langsung dengan peserta didik.

Guru Profesional : Sebuah Tuntutan
Kurikulum 2013 mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan masa depan melalui pengetahuan, sikap, keterampilan, dan keahlian untuk beradaptasi serta bisa  bertahan hidup dalam lingkungan yang senantiasa berubah.
Perubahan kurikulum yang meliputi empat elemen yaitu : pertama; standar kompetensi kelulusan, kedua  standar isi,  ketiga, standar proses dan keempat, standar penilaian dan pengembangan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada penyederhanaan, pendekatan tematik-integratif, secara realistis  sebenarnya membawa implikasi yang luar biasa. Artinya, efektifitas dan efesiensi dalam proses pendidikan sangat kelihatan. Misalnya, optimalisasi keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing dapat menghasilkan kualitas pembelajaran dan keontentikan dalam penilaian yang semua itu dapat dirasakan hasilnya oleh siswa.
Cukup rasional dan realistis juga bahwa latar belakang pengembangan kurikulum 2013 adalah karena masih terdapat beberapa permasalahan pada Kurikulum 2006 (KTSP) antara lain pertama, konten kurikulum yang masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. Kedua, belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Ketiga, kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum, Keempat, belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global. Kelima, standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru. Keenam, standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala. Ketujuh, dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir (Draft Kurikulum 2013).
Disamping itu, kurikulum 2013 juga menuntut guru agar lebih professional. Sehingga menghasilkan lulusan (out put) yang berkualitas, kompetitif (berdaya saing tinggi), mencerdaskan, kreatif, inovatif, berkarakter (berkepribadian), mempunyai skill, berakhlak mulia dan beriman serta bertaqwa kepada Allah SWT. Karena untuk menghasilkan out put yang berkualitas memerlukan proses yang berkualitas. Sedemikian pentingnya sebuah proses, maka pendidikan yang baik adalah bagaimana mengelola input (peserta didik) yang kurang atau bahkan tidak berkualitas melalui proses yang berkualitas akan menghasilkan out put (lulusan) yang berkualitas. Artinya adanya perubahan mendasar, minimal kompetensi inti sebuah ilmu pengetahuan telah diperoleh peserta didik.
Oleh karena itulah seorang guru yang professional harus mampu mewujudkan kinerja profesinya secara utuh yang dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan pendidikan. Disamping itu ia juga dituntut mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai guru kepada peserta didik, orangtua, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya. Adanya kurikulum baru 2013, sebenarnya menuntut guru untuk mewujudkan semua itu.

Realitas Pendidikan : Sebuah Tantangan
Pengembangan kurikulum melalui kurikulum pendidikan merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan. Setiap inovasi tidak semua obyek misalnya pendidik dan tenaga kependidikan begitu saja menerima atau mengadopsi inovasi tersebut.
Hal ini terkait dengan sebuah kemapanan yang pada umumnya tidak mudah begitu saja untuk menerima sebuah perubahan. Walaupun kemapanan tersebut pada dasarnya memang benar-benar membutuhkan sebuah perubahan. Ataupun, sebenarnya perubahan atau inovasi yang ditawarkan tersebut sebenarnya akan membawa kearah perbaikan, peningkatan kualitas pendidikan, karena memang perubahan itu sudah didasarkan analisis yang cukup matang.
Oleh karena itu, realita dalam pendidikan baik bersifat kelembagaan atau institusi, sarana dan prasaana, ketenagaan (pendidik), obyek (peserta didik) maupun secara geografis memerlukan kecermatan dalam merealisasikan kurikulum 2013. Misalnya tidak semua lembaga pendidikan dari segi sarana dan prasarana maupun guru mempunyai fasilitas yang memadai dan guru yang berkulaulitas. Apalagi secara geografis, lembaga pendidikan yang ada di pedesaan yang memerlukan perhatian dalam segala unsur-unsur pendidikan.
Hal ini sangat mempengaruhi pelaksanaan perubahan kurikulum pendidikan khususnya implementasi kurikulum 2013. Belum lagi secara psikologi atau mental bagi para guru yang malas untuk diajak “maju” dalam mengajar. Dan banyak lagi para guru yang memerlukan “suntikan” untuk memotivasi supaya lebih baik dan lebih professional. Karena masih banyak guru yang kurang bila tidak dikatakan tidak layak mengajar. Kualifikasi dan kompetensi mereka tidak mecukupi untuk mengajar di sekolah.
Fenomena tersebut menegaskan bahwa masalah SDM pendidikan yang belum professional merupakan salah satu akar permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatam kualitas pendidikan khususnya di Indonesia.
Maka  tidak heran dan realistis juga bila ada yang membuat istilah penyakit guru yang menjadi permasalahan yang dihadapi, misalnya kudis (Kurang Disiplin) artinya melaksanakan tugas asal-asalan tidak tepat waktu, tidak akurat rencana dan program. Kurap (Kurang Rapi) artinya penampilan fisik (performan) acak-acakan, persiapan administrasi KBM asal-asalan. Kusta (Kurang Strategi) artinya tampil mengajar di hadapan siswa hanya menggunakan metode ceramah sehingga membosankan, tidak menggunakan berbagai metode mangajar sehingga tidak membangkitkan semangat belajar peserta didik. Asma (Asal Masuk kelas) artinya ketika guru masuk kelas tanpa disertai persiapan dan perencanaan matang secara tertulis dan sistematis. Asam Urat (Asal Sampai Materi Urutan Tidak Akurat) artinya cara menyajikan materi pelajaran masih konvensional, metode tugas mencatat paling sering dilakukan. Kadang batas materi pelajaran yang disampaikan gurupun tidak tahu. Diabetes (Di hadapan Anak Bekerja Tidak Serius).
Diare (Di kelas Anak di Remehkan) artinya potensi, bakat dan minat anak kurang diperhatikan, sehingga proses belajar mengajar monoton, tidak menumbuhkembankan potensi peserta didik tapi mustru sering membunuh potensi, bakat dan minat peserta didik. Gatal (Gaji tambah Aktivitas Lesu) artinya gaji ingin terus bertambah, tapi melaksanakan tugas dan kewajiban tidak mau berubah. Mengikuti sertifikasi sangat ambisi padahal kurang memiliki kompetensi tujuan utamanya ingin berpenghasilan tinggi mendapat gaji tunjanan profesi. Ginjal (Gaji Nihil Jarang Aktif dan Lambat) artinya gaji minus tiap bulan karena habis oleh kredit bamk, akhirnya hilanglah gairah bekerja, pudar semangat mengajar. Hipertensi (Hilang Pertaian Terhadap Nasib Siswa) artinya peserta didik todak diperhatikan, mau pintar mau bodoh masa bodoh, tidak ada upaya pengayaan bagi peserta didik berprestasi dan tidak ada upay perbaikan atau remedial bagi yang kurang berprestasi. Kanker (Kantong Kering) artinya gaji satu blan habis satu minggu, karena besar pasak daripada tiang, tinggi kemauan rendah kemampuan. Penghasiln tidak memenuhi kebutuhan, akibatnya hilanglah semangat melaksanakan tugas, malas masuk kelas, sering mangkir tidak hadir.
Rematik (Rendah Motivasi Anak Tidak Simpatik) tidak semangat ketika mengajar, performan tidak menarik sehingga peserta didik tidak simpatik bahkan sebaliknya antipasti akhirnya melemahkan bahkan menghilangkan gairah belajar. Tampil mengajar tidak menyenangkan peserta didik. Struk (Suka Terlambat Untuk Masuk Kelas). TBC (Tidak Bisa Computer) artinya gagap teknologi (Gaptek), tidak ada usaha untuk meng-upgrade kompetensi diri, sehingga penguasaan teknologi informasi dan komunikasi kalah dengan peserta didik. Tipus (Tidak Punya Selera) Artinya ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar di hadapan peserta didik tidak semangat dan kurang gairah. Prostat (Program dan Strategi Tidak dicatat) artinya ketika KBM todak disertao SIlabus dan RPP, tanpa dilengkapi program dan strategi mengajar yang ditulis sistematis. Liper (Lekas Ingin Pergi) artinya tidak betah berada di sekolah,tidak antusias masuk ke kelas, bahkan sebaliknya ingin segera pulan untuk mencari penghasilan tambahan. Kadang-kadang usaha sampingan diutamakan, tugas utama mengajar dilupakan. Mual (Mutu Amat Lemah) artinya banyak guru yang belum memiliki kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi sosiao dan kompetensi professional yang ideal. Kurang menguasai materi pelajaran dan metode pembelajaran. Lesu (Lemah Sumber) artinya sumber pelajaran hanya mengandalkan buku paket, tidak memiliki buku referensi yang variatif dan representative sehingga wawasannya sempit. (Yudi Supriyadi)
Kalau membaca beberapa istilah penyakit guru tersebut, maka jelaslah tantangan implementasi kuriukulum  2013 sangatlah nyata, terutama masalah guru. Oleh karena itu upaya strategi memotivasi guru itu sangatlah dibutuhkan untuk menumbuhkan gairah mengajar dan pentingnya menjadi guru yang professional “Be Good A Teacher or Never” (Lebih Baik Tidak Jadi Guru Daripada Jadi Guru Tiadk baik).