| |
Jurnal Pemikiran Islam PARAMADINA Penerbit Yayasan Paramadina Jln. Metro Pondok Indah Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21 Jakarta Selatan Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173 Fax. (021) 7507174 |
SMA NU AL MA'RUF KUDUS
Kokoh dan Elegan, Jl. AKBP R. Agil Kusumadya No. 2 Kudus, Jawa Tengah
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
PENINGKATAN KOMPETENSI GURU (PKG)
Penyelenggara oleh LPTK Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Tanggal 14-17 dan 26-27 Desember 2012 di Hotel Muria Semarang Jawa Tengah.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
LAGI SANTAI SEJENAK DI "SOLO PARAGON Hotel and Residence"
Dalam Acara Workshop "Implementasi Pendidikan Karakter dan Antikorupsi" Di Solo Paragon (Hotel and Residence) Solo Jawa Tengah. Diselenggarakan oleh Dirjen Dikmen, Kemendikbud Republik Indonesia tanggal 16 - 19 Nopember 2012.
Wednesday, 12 September 2012
Islam dan Politik 4
Sunday, 9 September 2012
Dialog Sunni dan Syi'ah 6 (Sunnah-Syi'ah di Indonesia Perspektif Ilmu Hadits)
(Lanjutan)
Sunnah-Syi'ah di Indonesia: Perspektif Ilmu Hadits
Oleh : Abdul Hayyie al Kattani
Pendahuluan
Pada dekade terakhir ini, diskursus pemikiran Syi'ah kembali meramaikan kancah pergulatan pemikiran di Indonesia. Dalam banyak hal, ia merupakan bias logis angin perubahan (the wind of changes) yang ditiupkan oleh keberhasilan revolusi Islam Iran (RII) yang digerakkan oleh sekte Islam Syi'ah. Tentang pengaruh revolusi tersebut, Dr. Richard N. Frye, ahli masalah Iran di Universitas Harvard, Seperti dikutip Jalaluddin Rahmat, berkomentar: Hubungan revolusi Islam (Syi'ah) di Iran dengan dunia ketiga, yakni bangsa-bangsa yang tidak memiliki kekayaan dan kekuatan di dunia, adalah sama seperti hubungan antara revolusi Perancis dengan bangsa-bangsa Eropa Barat... Revolsi Islam di Iran bukan hanya titik-balik dalam sejarah Iran saja. Revolusi itu juga merupakan satu titik-balik rakyat di seluruh negara-negara Islam, bahkan bagi massa rakyat di dunia ketiga 1.Pada sisi lain, kekecewaan para intelektual dan politikus Islam Indonesia pasca Masyumi tampaknya menemukan obat penawarnya pada revolusi Islam Iran itu. Pergulatan politik di Indonesia yang merupakan Zero Sum games, satu pertaruhan yang kalau kalah akan kehilangan segala-galanya2, mendorong para politikus dan pemikir Islam untuk mencari kiblat proyeksi politik mereka. Di negara-negara Arab mereka tidak menemukan itu, kecuali sedikit pada Ikhwanul Muslimin yang mengalami nasib tak begitu jauh dengan mereka.
Revolusi Iran, dengan pemikir-pemikir yang mendukung di belakangnya, seperti Dr. Ali Syari'ati, sayyid M.H. Thabathaba'i dan Ayatullah Muthahhari, memberikan alternatif kepada mereka3. Maka tidak mengherankan jika kita dapati sebagian intelektual Indonesia dengan begitu pasih mengutip Ali Syari'ati, Muthahhari atau pemikir-pemikir Syi'ah lainnya. Jalaluddin Rahmat, dengan jelas menamakan yayasan yang didirikannya: yayasan Muthahhari, nama tokoh Syi'ah yang terkenal itu. Amin Rais juga pernah menerima gelar Syi'ah juga, karena seperti dikatakan oleh Jalaluddin Rahmat ia sering memuji Revolusi Islam Iran, dan terutama sering mengutip Ali Syari'ati. Bahkan menurut Jalaluddin Rahmat, sebuah buku kecil pernah ditulis tentang "kesyiahan" Amien Rais itu 4.
Tradisi keilmuan yang subur di kalangan Syi'ah juga menambah daya tarik bagi banyak intelektual Indoneisa. Kajian pilsafat, misalnya, seperti dikatakan banyak orang, tidak pernah terputus di kalangan Syi'ah. Sehingga, ketika pemikiran mereka bersentuhan dengan kalangan intelektual Indonesia, merekapun tercengang. Tentang karya Murthada Muthahhari " Sejarah dan Masyarakat", Dawam rahadrdjo berkomentara: Sulit membayangkan, seorang dengan pakaian jubah, seperti para kiai dan ulama di Indonesia menulis buku seperti itu, penuh dengan ulasan-ulasan yang spekulatif, menunjukkan olah pikir yang intens5.
Tentang khazanah keilmuan Syi'ah, lebih lanjut Dawam Rahardjo berkomentar: Ketika berkunjung ke Iran bersama Dr. Taufik Abdullah, kami tercengang melihat khazanah kepustakaan Islam di Universitas Teheran dan perpustakaan Ayatullah Marashi Najafi di Qum6.
Kajian tentang Syi'ah di Indonesia, seperti dikatakan oleh Dr. Azyumardi Azra telah dilakukan oleh banyak ahli dan pengamat sejarah, seperti Hamka7, Baroroh Baried8, M. Yunus Jamil9 dan A. Hasymi10. Dua yang terakhir, seperti dikatakan Azyumardi Azra bahkan berargumen bahwa Syi'ah pernah menjadi kekuatan politik yang tangguh di Nusantara., Keduanya mengatakan bahwa kekuatan politik Sunni dan Syi'ah terlibat dalam pergumulan dan pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan di Nusantara sejak awal-awal masa penyebaran Islam di kawasan ini. Menurut mereka, kerajaan Islam yang pertama berdiri di Nusantara adalah kerajaan Peureulak (Perlak) yang, konon, didirikan pada 225H/845M. Pendiri kerajan ini adalah para pelaut-pedagang Muslim asal Persia, Arab dan Gujarat yang mula-mula datang untuk mengislamkan penduduk setempat. Belakangan mereka mengangkat seorang Sayyid Mawlana Abd a-Aziz Syah, keturunan Arab-Quraisy, yang menganut paham politik Syi'ah, sebagai sultan Perlak 11.
Agus Sunyoto, staf Lembaga Penerangan dan Laboratorium Islam (LPII), Surabaya seperti dilaporkan Majalah Prospek (10 Nopember 1991), melalui penelitiannya menyimpulkan bahwa Syaikh 'Abd al-Rauf Al-Sinkli, salah seorang 'ulama' besar Nusantara asal Aceh pada abad ke-17, adalah pengikut dan penggubah sastra Syi'ah, bahkan hanya seorang saja dari walisongo di Jawa yang tidak Syi'ah. Juga Nadlatul 'Ulama (NU) --setidaknya secara kultural--juga adalah Syi'ah.
Walaupun, baik M.Yunus Jamil, A.Hasymi dan Sunyoto, seperti dikatakan Dr. Azyumardi Azra, memberikan argumennya tanpa referensi yang reliable dan memadai juga tanpa analisis dan logika yang bisa diterima 12 namun deskripsi mereka setidak menunjukkan satu hal: Bahwa Syi'ah, semenjak lama telah bersentuhan --setidaknya secara kultural-- dengan masyarakat Indonesia (Nusantara). Dalam masyarakat NU, pengaruh Syi'ah yang cukup kuat di dalamnya, secara jelas diakui oleh Dr. Said Aqil Siraj Wakil Katib Syuriah PBNU. Atau dalam kata-katanya: " Harus diakui pengaruh Syi'ah di NU sangat besar dan mendalam. Kebiasaan membaca barzanji atau diba'i yang menjadi ciri khas masyarakat NU misalnya secara jelas berasal dari tradisi Syi'ah" 13. Maka, ketika diskursus Syi'ah kembali ramai di Indonesia, bisa saja itu sekadar hembusan kecil dari badai yang sedang mengganas. Sedang terjadi pemuatan nilai ideologis Syi'ah atas warisan kultural bangsa Indonesia yang berbau Syi'ah? Mungkin saja.
Saat ini, menurut keterangan Ahmad Barakbah --salah seorang alumni Qum Iran-- seperti ditulis redaksi jurnal Ulumul Qur'an, di Indonesia terdapat kurang-lebih 40 yayasan Syi'ah yang tersebar di sejumlah kota besar seperti Malang, Jember, Pontianak, Jakarta, Bangil, Samarinda, Banjarmasin dan sebagainya 14. Jumlah masyarakat Syui'ah Indonesia sekarang ini, menurut ustaz Ahmad, yang benar-benar mengikuti ajaran Syi'ah secara totalitas, baik pemikiran maupun syari'at, sekitar dua puluh ribu orang 15.
Simpatisannya sudah barang tentu lebih banyak lagi. Tentunya kajian tentang Syi'ah memang dibutuhkan. Tidak saja untuk kepentingan akademis dan menguak lebih jauh tentang sekte tersebut, namun juga ia mempunyai kepentingan ganda: untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi hubungan Sunnah-Syi'ah di masa depan. Dalam artikel ini, penulis akan membatasi diri pada visi hadist dalam wacana keilmuan Syi'ah.
Walaupun demikian, sebagai pengantar untuk mendekatkan pemahaman konsep hadits tersebut, penulis merasa perlu mengkaji definisi, akar historis dan sekte-sekte dalam Syi'ah. Sambil tidak lupa memberikan kontribusi pemikiran bagi hubungan Sunnah-Syi'ah di masa mendatang, terutama bagi masyarakat Indonesia.
Dialog Sunni Syi'ah 5 (Hubungan Sunnah-Syi'ah di Indinesia)
(Lanjutan)
Hubungan Sunnah-Syi'ah di Indonesia: Tauhid sebagai Common
Platform
Oleh : Abdul Hayyie al Kattani
Kembali ke dataran realitas di Indonesia. Masalah yang ada kemudian adalah
bagaimana mencari formulasi yang tepat untuk dalam satu waktu mengambil apa yang
baik dari Syi'ah --seperti tradisi filsafat dan keilmuan yang cukup subur-- dan
pada saat yang sama mampu menghindari bias negatif konsep tersebut bagi kaum
muslimin di Indonesia, dan secara lebih umum bagi umat Islam seluruh dunia.
Formulasi itu, dalam skala dunia Islam, pernah dilakukan oleh Syaikh Muhammad
Syaltut, Grand Syaikh al Azhar. Namun, dikemudian hari tampaknya, usaha tersebut
mengalami kemacetan. Kita, dalam upaya pendekatan mazhab, bisa saja menggunakan
fiqh ikhtilaf. Yakni dalam hal-hal yang sama kita saling bahu-membahu. Dan dalam
hal-hal yang berseberangan kita saling memberikan toleransi. Menurut Prof. Dr.
Hamid Algar --seorang muslim Inggris, dan mengajar studi Islam dan Persia di
University of California-- selama ini, umat Islam telah begitu banyak memberikan
toleransi ke luar, terhadap agama di luar mereka. Namun kurang memberikan
toleransi ke dalam antara sesama pemeluk Islam 68. Namun, dalam kasus Syi'ah,
kaum Ahlu Sunnah tentu akan amat-amat keberatan untuk bertoleransi terhadap
pengecaman dan pengkafiran para sahabat. Dan dari pihak Syi'ah sendiri, seperti
dikatakan oleh S.H. Hossein Nasr, dalam pengantarnya atas buku Muhammad Husain
ath-Thabathaba'i, Shi'te Islam, bahwa Syi'ah juga sulit untuk bertoleransi jika
toleransi itu berarti harus mengesampingkan apa yang selama ini mereka yakini
69. Namun, toh ada satu kesatuan yang kita miliki bersama, yaitu tauhid70. Maka
tauhid inilah yang kita harapkan dapat menjadi common platform antara Sunnah dan
Syi'ah. Sedangkan dalam bentuk-bentuk praktekal. kita bisa menerapkan fiqh
muwâzanat dan fiqh awlawiyyat.Wallahu a'lam.
Cairo, Juli 1997.
Catatan:
1 Seperti dikutip oleh Jalaluddin Rahmat dalam: Islam Alternatif, Bandung, 1991, hal. 242.2 Affan Gafar, Islam dan Negara, dalam majalah mingguan TEMPO, 10 Oktober 1992.
3 Oleh karena itu, ketika menulis buku yang berisikan kajian tentang Syi'ah, Jalaluddin Rahmat memberikan judul bukunya tersebut Islam Alternatif.
4 Lihat wawancara Jalaluddin Rahmat dengan redaksi jurnal Ulumul Qur'an, no. 4, vol. VI, tahun 1995.
5 Dawam Rahardjo, dalam jurnal Ulumul Qur'an, no. 2, vol. V, th. 194.
6 Sca.
7 Beliau mengarang buku Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao, Jakarta 1974.
8 Dengan tulisannya Shi'a Elements in Malay Literature, dalam Sartono Kartodirdjo (ed) Profiles of Malay Culture Historiography Religion and Politics, Jakarta 1976.
9 Dengan bukunya Tawarikh Raja-raja Kerajaan Aceh, Banda Aceh, 1968. Dengan bukunya Syi'ah dan Sunnah Saling Rebut Kekuasaan Sejak Awal Sejarah islam di Kepulauan Nusantara, Surabaya, 1983.
10 Sca.
11 Dr. Azyumardi Azra, Syi'ah di Indonesia: Antara Mitos dan Realitas, dalam Jurnal Ulumul Qur'an, no. 4, Vol. VI, tahun 1995.
12 Dr. Said 'Aqil Siraj, Latar Belakang Kultural dan Politik Kelahiran ASWAJA, makalah disampaikan pada seminar yang diadakan opleh Forum Silaturahmi Da'i se-Jakarta, Sabtu, 11 Agustus 1995, di Tanjung Priok, hal. 18.
13 Lihat: Jurnal Ulumul Qur'an no.4, Vol.VI, tahun 1995, dalam artikel Lembaga-lembaga Syi'ah di Indonesia.
14 Sca.
15 Lihat: Allamah M.H. Thabathaba'i, Shi'te Islam, edisi bahasa Indonesia Islam Syi'ah Asal Usul dan Perkembangannya, Jakarta, 1989, hal.32. Dr. Muhammad Tijani as Samawie Asy-Syi'ah Hum Ahlu Sunnah, Beirut, 1993, hal. 17.
16 Asy-Syahrastani, Milal wa Nihal, Beirut, 1992, Vol.I, hal.144. Ibn Khaldun, Muqaddimah, Beirut, 1993, hal.155. Dr. Muhammad 'Imarah, Tayyarat Fikri al Islami, Kairo, 1991, hal.199.
17 Dr. Muhammad 'Imarah, Tayyarat Fikri al Islami, Sca.
18 Dr. Nasy'at Abdul Jawwad Dlaif, Al Manhaj al Jadid fi Syarh Jauharat Tauhid, Universitas al Azhar, tt, hal.93.
19 Scn. 16, hal. 37.
20 Dalam bukunya Asy-Syi'ah fi al Mizan, Beirut, 1989, hal. 24.
21 Dalam Ashlu Syi'ah wa Ushuluha, Beirut, 199, hal. 116.
22 Sca.
23 Scn. 17, hal. 200
24 Scn. 18, hal.94
25 Lihat catatan yang diberikan Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid pada kitab Maqalat Islamiyyin wa Ikhtilaf al Mushallin, karya Imam Abu al Hasan al Asy'ari, Beirut, 1990, Vol. I, hal. 65.
26 Sca. hal.66
27 Lihat dalam 'Abbas 'Ali al Musawie, Syubhat Haula Syi'ah, Beirut, 1991, hal.12
28 Tentang ini, dapat dibaca pada Musthafa Syak'ah, Islam Bila Mazahib, Kairo, 1994, hal. 208, dan Abdullah bin Sa'id al Junaid dalam buku Hiwar Hadi Baina Sunnah wa Syi'ah, Dar al Manarah, tt. hal.12.
29 Antara lain oleh Muhammad Jawad al Mughniyyah, Scn. 20 hal. 314, Assayyid Muhammad 'Ali al Hasany, Dirasat fi 'Aqaid Syi'ah al Imamiyyah, Beirut, 1989, hal.20, Abbas 'Ali al Musawie, Syubhat Haula Syi'ah, scn. 27, hal.35, Imam al Khu'i al Bayan fi Tafisr al Quran, Beirut, 1974, hal. 200-220, dll.
30 Riwayat tentang tahrif al Qur'an, terdapat dalam kitab hadist al Kafie yang disusun oleh Abu Ja'far Muhammad Ibn Ya'qub al Kulayni al Razie (w.329/941). Kitab ini menurut Abul Husain al Musawie dalam kitab al Muraja'at adalah kitab Syi'ah yang paling bagus, tak meragukan dan paling otentik. Diriwayatkan bahwa ketika kitab al Kafie tersebut disodorkan kepada al Mahdi, dia berkomentar Haza Kafin li Syi'atina-kitab ini mencukupi bagi syi' ah kita, maka tentu saja apa yang tertulis di dalamnya dapat dijadikan ukuran untuk menentukan dan menilai apa dan bagaimana sikap Syi'ah terhadap banyak hal.
31 Lihat: Al Kulayni, al Kafie, kitab al Hujjah, 1:414. M.H. Thabathaba'i, al Mizan fi Tafsir al Qur'an, Beirut, 1991, Vol.4, hal. 72-73.
32 Tentang motivasi dan sejarah timbul sekte-sekte dalam Syi'ah, dapat dibaca dalam al Hasan bin Musa an-Naubakhti, Firaq asy-Syi'ah, Beirut, 1984, Syahrastani, Milal wa Nihal, Scn. 16, hal. 144-219, Dr, Mushthafa asy-Syak' ah, Islam Bila Mazahib, Scn. 28, hal.175-369.
33 Imam Abi Hasan al Asy'ari, Maqalat Islamiyyin wa Ikhtilaf al Mushallin, Beirut, 1990, Vol.I, hal. 65.
34 Sca. hal.66
35 Sca. hal.66-88.
36 Sca. Hal.88-89
37 Sca. hal.88-105.
38 Menurut al Mas'udi dalam kitab Muruj al Dzahab, beberapa pengarang kitab tentang doktrin, ideologi dan agama seperti Muhammad bin harun al Warraq dan lain-lain mengatakan bahwa pada masa mereka terdapat sebanyak 8 sekte dalam Zaidiyyah.
39 Scn. 34, hal.140-145.
40 M.H. Al Kasyif al Githa, Ashlu Syi'ah wa Ushuluha, Scn. 21, hal. 136.
41 Tentang kisah pembelotannya tersebut dapat dibaca dalam bukunya Tsumma Ihtadaitu, London, 1989.
42 Lihat: Dr. Muhammad Tijani as-Samawie, asy-Syi'ah Hum Ahlu Sunnnah, Beirut, 1993.
43 Lihat: Muhammad Mahfuz bin Abdullah At-Tarmasy, Manhaj Dzawi Nadhar Syarh Mandzumat al 'Ilmi al Atsar, Beirut, 1981, hal.8. Muhammad Jamaluddin al Qasimi, Qawa'idu al Hadist min Funun Mushthalah Hadist, Beirut, tt. hal.61.
44 Muhammad Ajjaj al Khatib, as-Sunnah Qabla Tadwin, Beirut, 1981, hal. 16, Manna' al Qatht-than, Mabahits fi Ulum al Hadist, Kairo, 1992, hal. 15.
45 Lihat: Muhammad 'Ali al Hasan, Dirasat fi 'Aqa'id Syi'ah al Imamiah, Beirut, 1989, hal. 360. Juga M. Husein Thabathaba'i, Shi'te Islam, edisi bahasa Indonesia, Islam Syi'ah, scn. 16, hal. 113.
46 M.H. Husein al Kasyif Githa, Scn. 21, hal.145.
47 Scn. 45, hal. 360-363.
48 M.Husein Thabathaba'i, Scn. 16, hal. 113, Juga Muhammad Jawwad al Mughniyyah, Asy-Syi'ah fi al Mizan, hal. 318.
49 Lihat: Muhyiddin al Musawie al Guhraify, Qawa'id al Hadist, Beirut, 1986, hal. 24 dan Asy-Syi'ah fi al Mizan, hal. 318.
50 Qawa'idul Hadist, Sca., hal. 27, Asyi'ah fi al Mizan, hal. 319
51 Qawa'idul Hadist, sca. hal. 27-30.
52 Lihat: Asy-Syi'ah fi al Mizan, hal. 319.
53 Lihat: As-Sunnah baina Anshariha wa Khushumiha, risalah doktoral fakultas Ushuluddin Universitas al Azhar, Vol II, hal. 488.
54 As-Sunnah Baina Anshariha wa Khushumiha, sca. hal. 389, Asyi'ah fi al Mizan, hal. 317.
55 Sca.
56 Sca.
57 Scn. 53, hal. 489.
58 Sca.
59 Lihat: Asyi'ah fi al Mizan, hal.318.
60 Scn. 57.
61 Sca.
62 Lihat: At-Tarmasy, scn. 44 hal. 214.
63 Dr. Faruq Hammadah, al Manhaj al Islami fi al Jarh wa Ta'dil, Rabat, 1982, hal. 185-186.
64 Untuk studi lebih lanjut tentang ini, silakan baca: Muhammad bin Abdul Wahid Dliauddin al Maqdisi, Kitab An-Nahyu 'An Sabbi Ashhab, Kairo, 1994.
65 Lihat: An-Naubakhti, scn. 33, hal. 22.
66 Lihat: Murtadla al 'Askari, Ma'alim Madrasatain, Vol.I, Beirut, 1993, hal. 130-188. Juga Syubhat Haula Syi'ah, Scn. 27 hal. 103 dst..
67 Syubhat Haula Syi'ah, sca. hal. 129-182.
68 Lihat: Majalah Ummat, no. 5 th. I/4
69 Lihat pengantar S.H. Nasr atas buku M.H. Thabathaba'i, Shi'te Islam.
70 Penulis artikel ini menawarkan tauhid, tidak aqidah, sebagai common platform, karena dalam salah satu konsep aqidah Syi'ah terdapat point yang amat sensitif. Yaitu konsep imamah. Dengan konsep ini, orang-orang yang tidak mengakui dan mengimani ke-imamah-an sebagaimana dipahami kaum Syi'ah akan secara otomatis tidak lengkap aqidahnya. Konsekuensinya adalah: sebagian besar umat Islam di dunia ini, yang tidak mempercayai konsep ini, secara otomatis berada di luar main stream Islam [Syi'ah]. Dengan demikian, konsep yang bisa diterima oleh kedua pihak sebagai common platform yang sejuk, menurut hemat penulis adalah konsep tauhid tersebut.
Dialog Sunni dan Syi'ah 4 (Konsep Hadits dalam Wacana Keilmuan Syi'ah)
(Lanjutan)
Konsep Hadist dalam Wacana Keilmuan Syi'ah
Oleh : Abdul Hayyie al Kattani
Diskursus hadits dalam wacana keilmuan Syi'ah telah mempunyai akar yang
panjang dan dilakukan dengan cukup intens. Perhatian mereka terhadap
hadist/sunnah, menurut sebagian orang, membuat mereka berhak pula untuk
menyandang gelar Ahlu Sunnah wa Syi'ah --namun bukan wa al Jama'ah. Dr. Muhammad At-Tîjâni as-Samâwie --seorang Sunni yang kemudian membelot ke Syi'ah42, ketika melakukan kajian komparatif antara Sunnah dan Syi'ah, memberikan judul bukunya tersebut: Asy-Syî'ah Hum Ahlu Sunnah43. Namun demikian, dalam beberapa hal, metodologi hadist Syi'ah amat berlainan dengan metodologi Ahlu Sunnah. Kajian tentang metodologi hadist dalam Syi'ah Imamiah telah menjadi objek sebuah risalah doktoral di fakultas Ushuluddin Universitas al Azhar. Pada penghujung tahun 1996, risalah tersebut telah diuji dan dinyatkan lulus.
a. Term Hadist
Hadist/Sunnah, secara terminologis, menurut ulama ilmu hadist Ahlu Sunnah Wa al Jama'ah adalah: Seluruh hal yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik maupun akhlak dan sirah beliau 44. Sedangkan dalam wacana keilmuan Syi'ah, perkataan imam-imam Syi'ah (yang ma'shum, menurut kaum Syi'ah) juga bersatus seperti hadist dan diterima seperti Alquran 45.Hal itu karena, menurut M.H. Al Kâsyif al Githa, imam atau imamah adalah kedudukan Ilahiah yang Allah pilihkan bagi hamba-Nya, sesuai dengan ilmu Allah, seperti Allah memilih para nabi. Menurut kaum Syi'ah pula, Allah telah memerintahkan Nabi Saw. untuk menunjukkan imam kepada umat dan memerintahkan mereka untuk mengikutinya 46.
Substansi khabar, hadist dan riwayat-riwayat tersebut, menurut kaum Syi'ah terbagi menjadi tiga macam:
Pertama: Khabar dan riwayat yang mengandung petunjuk pembersihan jiwa, akhlak, nasehat dan cara-cara pengobatan penyakit hati. Dengan muatan berisi pertakut, ancaman, dan dorongan. Atau yang berkaitan dengan tubuh, seperti kesehatan, penyakit, sakit dan pengobatan. Juga manfaat buah-buahan, tetumbuhan, pepohonan, air dan batu mulia. Atau yang mengandung do'a, zikir, jampai dan keutamaan ayat-ayat. Serta semua hal yang disunnahkan, baik dalam pembicaraan, perbuatan, maupun sikap. Itu semua, menurut kaum Syi'ah, bisa dijadikan landasan untuk beramal ibadah. Dan tidak perlu mencari tahu apakah sanad dan matannya shahih atau tidak. Kecuali jika ada tanda-tanda yang menunjukkan kepalsuannya.
Kedua: Yang mengandung hukum syara' parsial, taklifi atau wadl'i. Seperti thaharah, berwudlu, cara shalat, zakat, khumus, jihad dan semua bagian mu' amalat, transaksi yang diperbolehkan. Juga tentang nikah, thalaq, warisan, hudud dan diyat. Semua khabar dan riwayat tersebut tidak boleh langsung dijalankan. Namun diberikan kepada faqih yang mujtahid untuk menterjemahkannya . Sedangkan orang awam harus mengikuti mujtahid marji'.
Ketiga: Khabar dan riwayat yang mengandung pokok-pokok aqidah, seperti pengitsbatan al Khaliq Swt., juga tentang hasyr, barzakh, sirâth, mîzân, hisâb dan lain-lain. Khabar dan riwayat seperti ini, jika berkaitan dengan aqidah dan pokok agama -seperti tauhid, 'adl, nubuwwah, imâmah dan ma'ad, jika khabar tersebut sesuai dengan dalil-dalil 'aqli, urgensi, dan tanda-tanda yang qath'i, maka ia dapat dijalankan, dan tidak perlu menyelidiki sanad, keshahihan dan ketidak shahihannya 47.
b. Metoda Klasifikasi Hadist
Hadist, menurut Syi'ah terbagi menjadi dua bagian, mutawattir dan ahad. Hadist mutawattir adalah hadist yang diriwayatkan oleh sebuah jama'ah yang mencapai jumlah yang amat besar sehingga tidak mungkin mereka berbohong dan salah. Hadist seperti ini adalah hujjah dan harus dijadikan landasan dalam beramal. Sedangkan hadist ahad adalah hadist yang tidak mencapai derajat tawatur, rawie yang diriwayatkannya satu atau lebih 48. Kemudian, hadist ahad diklasifikasikan menjadi empat bagian 49.1. Shahih
Yaitu hadist yang diriwayatkan oleh seorang penganut Syi'ah Imamiah yang telah diakui ke-adalah-annya dan dengan jalan yang shahih.2. Hasan
Yaitu jika rawi yang meriwayatkannya adalah seorang Syi'ah Imamiah yang terpuji, tidak ada seorangpun yang jelas mengecamnya atau secara jelas mengakui ke-adalah-annya.3. Muwats-tsaq
Yaitu jika rawie yang meriwayatkannya adalah bukan Syi'i, namun ia adalah orang yang tsiqat dan terpercaya dalam periwayatan.4. Dla'if
Yaitu hadist yang tidak mempunyai kriteria-kriteria tiga kelompok hadist di atas, seperti misalnya sang rawie tidak menyebutkan seluruh rawie yang meriwayatkan hadist kepadanya. Hadist shahih adalah hujjah menurut kesepakatan seluruh ulama Syi'ah yang mengatakan bahwa khabar ahad adalah hujjah 50. Sedangkan hadist muwats-tsaq dan hasan, menurut pendapat yang masyhur keduanya adalah hujjah, sedangkan menurut pendapat kedua mengatakan bahwa keduanya tidak dapat dijadikan hujjah. Namun pendapat yang kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa keduanya dapat dijadikan hujjah 51. Adapun hadist dla'if, menurut kesepakatan seluruh ulama Syi'ah tidak dapat dijadikan hujjah 52.c. Kitab-kitab Hadist
Dalam kalangan Syi'ah, kitab-kitab hadist yang dijadikan pedoman utama -dan berfungsi seperti kutub sittah dalam kalangan sunni- ada sebanyak 4 buah kitab.- Kitab al Kâfi. Disusun oleh Abu Ja'far Muhammad bin Ya'qub al Kulayni (w.328 H.). Kitab tersebut disusun dalam 20 tahun, menampung sebanyak 16.090 hadist. Di dalamnya sang penyusun menyebutkan sanadnya hingga al ma'shum. Dalam kitab hadist tersebut terdapat hadist shahih, hasan, muwats-tsaq dan dla'if 53.
- Kitab Ma La Yahdluruhu al Faqih. Disusun oleh ash-Shadduq Abi Ja'far Muhammad bin 'Ali bin Babawaih al Qummi (w.381 H.). Kitab ini merangkum 9.044 hadist dalam masalah hukum 54.
- Kitab at-Tahzib. Kitab ini disusun oleh Syaikh Muhammad bin al Hasan ath-Thusi (w.460 H.). Penyusun, dalam penulisan kitab ini mengikuti metode al Kulayni. Penyusun juga menyebutkan dalam setiap sanad sebuah hakikat atau suatu hukum. Kitab ini merangkum sebanyak 13.095 hadist 55.
- Kitab al Istibshar. Kitab ini juga disusun oleh Muhammad bin Hasan al Thusi. Penysusun kitab at-Tahzib. Kitab ini merangkum sebanyak 5.511 hadist 56.
- Kitab Bihârul Anwâr. Disusun oleh Baqir al Majlisi. Terdiri dalam 26 jilid.
- Kitab al Wafie fi 'Ilmi al Hadist. Disusun oleh Muhsin al Kasyani. Terdiri dalam 14 juz. Ia merupakan kumpulan dari empat kitab hadist.
- Kitab Tafshil Wasail Syi'ah Ila Tahsil Ahadist Syari'ah. Disusun oleh al Hus asy-Syâmi' al 'Amili. Disusun berdasarkan urutan tertib kitab-kitab fiqh dan kitab Jami' Kabir yang dinamakan Asy-Syifa' fi Ahadist al Mushthafa. Susunan Muhammad Ridla at-Tabrizi.
- Kitab Jami' al Ahkam. Disusun oleh Muhammad ar-Ridla ats-Tsairi al Kâdzimi (w.1242 H). Terdiri dalam 25 jilid. Dan terdapat pula kitab-kitab lainnya yang mempunyai derajat di bawah kitab-kitab yang disebutkan di atas. Kitab-kitab tersebut antara lain: Kitab at-Tauhid, kitab 'Uyun Akhbâr Ridla dan kitab al 'Amali.
Satu yang perlu dicatat: Mayoritas hadist Syi'ah merupakan kumpulan periwayatan dari Abi Abdillah Ja'far ash-Shadiq. Diriwayatkan bahwa sebanyak 4.000 orang, baik orang biasa ataupun kalangan khawas, telah meriwayatkan hadist dari beliau. Oleh karena itu, Imamiah dinamakan pula sebagai Ja' fariyyah 60. Mereka berkata bahwa apa yang diriwayatkan dari masa 'Ali k.w. hingga masa Abi Muhammad al Hasan al 'Askari mencapai 6.000 kitab, 600 dari kitab-kitab tersebut adalah dalam hadist 61.
d. 'Adalah Shahabat
Shahabat Rasulullah Saw. adalah: Orang yang berjumpa dengan Rasulullah Saw. dengan cara biasa dalam masa hidup beliau dan saat itu orang tersebut telah masuk Islam dan beriman 62. Dalam wacana keilmuan Ahlu Sunnah, seluruh sahabat adalah 'udul. Oleh karena itu, ketika menjalankan proses jarh wa ta' dil dalam ilmu hadist untuk menentukan apakah riwayat seseorang diterima atau tidak, Ahlu Sunnah akan berhenti sampai pada tabi'in (perawie setelah sahabat). Dan mereka tidak memasuki kawasan sahabat, karena meyakini bahwa sahabat adalah 'udul dengan pengakuan dari Allah SWT Sehingga tidak perlu dilakukan analisa jarh wa ta'dil 63.Sikap mereka tersebut berdasarkan pernyataan ayat Al Quran yang mendeklarasikan ke adalahan sahabat. Ayat-ayat itu antara lain terdapat pada QS. At-Taubah:117 .
"Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar".Juga QS. At-Taubah: 100
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan merekapun ridla kepada Allah". Dan Rasulullah Saw. dalam banyak kesempatan telah berwanti-wanti agar tidak mengusik kehormatan dan kedudukan sahabat, mengingat kedudukan mereka yang mulia di sisi Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda: "Jangan kalian kecam sahabat-shabatku" (Hadist Muttafaq 'Alaih). Menurut riwayat yang sahih, imam-imam Syi'ah juga melarang untuk mengecam, sahabat Rasulullah Saw. 64. Karena Seperti dikatakan oleh An-Naubakhti dalam kitab Firaq Syi'ah 65, fenomena pengecaman terhadap sahabat justru dimulai oleh Abdullah bin Saba'; seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk Islam dan kemudian menyebarkan perpecahan dalam Islam. Ia pula yang pertama menuhankan Ali k.w. Sedangkan dalam wacana keilmuan Syi'ah, tidak semua sahabat, menurut Syi'ah, bersipat 'udul 65. Karena di dalam Al Quran juga diterangkan tentang keberadaan orang-orang munafiq di Madinah, seperti dalam QS. At-Taubah:101, dsb. Maka jalan untuk mengetahui mu'min dan munafiknya seseorang, menurut Syi'ah, adalah dengan melihat apakah orang-orang tersebut cinta kepada 'Ali k.w atau nmembencinya. Jika ia mencintainya, maka ia adalah mu'min, dan jika membencinya berarti ia adalah munafiq.
Dari logika seperti itu, maka sahabat-sahabat yang mereka anggap telah merampas hak 'Ali k.w. atau tidak mendukungnya adalah munafik atau kafir. Dalam kitab-kitab kaum Syi'ah akan didapati banyak cercaan kepada sahabat yang mereka anggap telah munafik, sesat atau malah kafir.
Dalam buku Syubhat Haula Syi'ah, 'Abbas 'Ali al Musawie membagi sahabat menjadi dua kelompok. Pertama kelompok yang setia dan kedua kelompok yang mereka anggap telah sesat 67.
Yang pertama adalah sahabat-sahabat seperti 'Ammar bin Yasir, Miqdad dan Abu Dzar al Ghifari.
Sedangkan kelompok yang kedua, menurutnya lagi adalah seperti Mu'awiyyah bin Abi Sufyan, Abu Hurairah dan Al Walid bin 'Uqbah bin Abi Mu'ith.
Dalam buku-buku kaum Syi'ah akan banyak didapati cercaan terhadap sahabat. Dan cercaan tersebut tidak hanya terbatas pada shigar sahabat, namun juga menimpa dua Syaikhain: Abu Bakar dan 'Umar Ra. Yang dapat disebutkan di sini adalah, bahwa dengan sikap Syi'ah terhadap sahabat seperti itu, maka kaum Syi'ah dalam periwayatan hadist, hanya menerima periwayatan dari sahabat-sahabat yang loyal kepada mereka.
Namun, jika klaim mereka tersebut diterima, maka secara implisit hal itu akan mempunyai dampak yang luas. Misalnya: Bahwa Rasulullah Saw telah gagal dalam menyampaikan risalahnya, karena mayoritas sahabat yang beliau didik dan bina telah menyimpang, bahwa kekhalifahan dan dinast-dinasti Islam, serta capaian peradaban yang telah mereka wujudkan adalah bukan hasil peradaban Islam, karena dilakukan oleh orang-orang yang --menurut kaum Syi'ah-- telah menyimpang (munafik atau kafir). Dan konsekuens-konseksuensi logis lainnya.
Dialog Sunni dan Syi'ah 3 (Sekte-Sekte Dalam Syi'ah)
(Lanjutan)
Sekte-sekte Dalam Syi'ah
Oleh : Abdul Hayyie al Kattani
Secara global, sekte-sekte dalam mazhab Syi'ah tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi tiga varian 34.Pertama: Kelompok ekstreem/ghulat
Menurut Imam Abu al Hasan al 'Asy'ari, mereka adalah kelompok yang telah menyebal dari kelaziman konsep Syi'ah35. Sehingga mereka meyakini hal-hal yang membawa kepada kekafiran. Mereka antara lain menuhankan 'Ali k.w, menuhankan salah seorang pemimpin mereka, mendakwakan diri sebagai nabi dan lain sebagainya. Dalam kategori kelompok ekstreem ini, menurut Abu al Hasan al Asy'ari terdapat sebanyak 15 sekte. Yaitu: al Bayâniyyah, al Janâhiyyah, al Harbiyyah, al Mughîriyyah, al Manshuriyah, al Khithâbiyyah, al Ma'mâriyyah, al Buzaighiyyah, al 'Umairiyyah, al Mufadl-dlaliyyah, asy Syarî 'iyyah, an Numairiyyah, as Sabaiyyah, dan tiga sekte lainnya yang menuhankan Nabi, 'Ali dan keturunannya 36.Kedua: Kelompok Imammiyyah
Mereka juga dinamakan sebagai rafîdlah (penolak), karena menurut Abu Hasan al Asy'ari mereka menolak dan mengingkari kepemimpinan Abu Bakar dan 'Umar. Dalam kelompok ini terdapat 24 sekte. Mereka sepakat bahwa Nabi Saw. telah menggariskan bahwa 'Ali k.w.-lah pemangku kekhalifahan setelah beliau, dengan menyebut namanya secara jelas dan telah mendeklarasikannya kepada umat. Mereka juga berpendapat bahwa mayoritas sahabat Rasulullah Saw. telah sesat karena tidak mengikuti 'Ali Kw. setelah wafatnya Rasulullah Saw. Mereka juga berpendapat bahwa imamah hanya dapat diterima jika telah digariskan oleh nash dan imamah tersebut merupakan hak khusus keturunan Rasulullah Saw37. Ke-24 sekte tersebut adalah: al Qath'iyyah, al Kaisaniyyah, al Karbiyyah, ar Rawandiyyah, ar Razâmiyyah, Abu Muslimiyyah,al Harbiyyah, al Bayâniyyah, al Mughîriyyah, al Husainiyyah, al Muhammadiyyah, an Nasâwiyyah, al Qarâmithah, al Mubârakiyyah, as Samîthiyyah, al 'Ammâriyyah (al Futhiyyah), az Zarâiyyah, al Waqîfah, al Musâiyyah, dan beberapa sekte lainnya yang masing-masing mempunyai doktrin yang berbeda 38.Ketiga: Kelompok Zaidiyyah
Dalam kelompok ini terdapat 6 sekte 39, yaitu al Jarudiyyah, as-Sulaimaniyyah, al Batriyyah, an Nu'aimiyyah, al Ya'qubiyyah dan satu firqah yang berlepas diri dari Abu Bakar r.a. dan 'Umar r.a. 40. M.H. Al Kasyif al Githa, dalam kitab Ahlu 'sy-Syî'ah wa Ushûluha, bahkan mengatakan bahwa jika term Syi'ah diperluas bagi semua sekte yang mengaku sebagai Syi'ah, maka barangkali akan ada seratus atau lebih sekte dalam Syi' ah. Namun menurutnya lagi, saat ini, terma Syi'ah hanya khusus bagi Imamiyyah sebagai sekte terbesar setelah Ahlussunnah wa al Jamâ'ah 41. Tentang sekte-sekte di dalam Syi'ah tersebut, sengaja penulis singgung di sini, untuk menunjukkan bahwa betapa untuk memformulasikan suatu konsep hubungan Sunnah-Syi'ah, kita akan mengalami kesulitan. Karena masing-masing sekte dalam Syi'ah tersebut mempunyai doktrin yang berbeda, maka sikap dan penilaian terhadap masing-masing tersebutpun akan berbeda pula. Namun, dengan pengkhususan nama Syi'ah bagi Imamiah oleh M.H. Al Kasyif al Githa, penentuan sikap terhadap Syi'ah akan lebih mudah dilakukan. Dan penulis artikel inipun akan membatasi kajian hadist pada sekte Syi'ah Imamiyyah. Namun, patut dicatat pula, bahwa pengkhususan yang dilakukan M.H. Al Kasyif al Githa tersebut amat arbitrer, karena secara implisit ia telah mencampakkan semua sekte-sekte lain yang bernaung di bawah bendera Syi'ah selain Imamiyyah. Seperti Zaidiah dan sebagainya. Sikap monopolis tersebut tentu akan ditentang oleh tokoh-tokoh Syi'ah non-Imamiah. Ironisnya, klaim Syi'ah sebagai mazhab Ahlul Bait, saat ini amat patut dipertanyakan. Karena pada kenyataannya -seperti dikatakan oleh Sayyed Hossein Nasr dalam pengantarnya terhadap buku Shi'te Islam, karya M.H.Thabathaba'i- mayoritas Ahlul Bait saat ini justru bermazhabkan Sunni. Beberapa ulama dari Ahlul Bait, seperti Sayyid Muhammad bin Alawy al Hasany di Mekkah misalnya, menjadi ulama-ulama sunni yang disegani, dan mereka dengan bersemangat mengcounter dan mengungkapkan kerancuan mazhab Syi'ah itu.Dialog Sunni dan Syi'ah 2 (Sekilas Tentang Syi'ah)
(Lanjutan)
Definisi dan Akar Historis
Oleh : Abdul Hayyie al Kattani
Dialog Sunni dan Syi'ah 1 (Sebuah Prngantar)
|