Valentine's Day Dalam Pandangan Islam
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS. Al-Isro: 36) Hari Valentine (St. Valentine's Day) atau biasa disebut sebagai hari kasih sayang jatuh pada tanggal 14 Febuari. Hari tersebut sangat populer di negara-negara Eropa dan Amerika. Pada hari itu terutama kaum remaja merayakan dengan hura-hura. Mereka datang ke pesta-pesta, berdansa semalam suntuk, saling memberi hadiah coklat, dan kegiatan-kegiatan yang berbau maksiat lainnya. Bahkan hal-hal yang hanya boleh dikerjakan oleh pasangan suami-istri juga mereka lakukan. (Naudzubillah min dzalik) Bagaimana di Indonesia? Tampaknya tidak jauh berbeda dengan remaja-remaja luar negeri sana. Mereka yang notabenenya muslim-muslimah, menjiplak habis-habisan perilaku permisif dan serba halal yang dilakukan oleh orang barat. Hal ini, tentu saja sangat memprihatinkan karena kalau dilihat dari latar belakang sejarah perayaan Valentine bukan bersal dari ajaran Islam. Tapi bukan hanya itu masalahnya. Akan tetapi perayaan Valentine selalu dibarengi dengan kegiatan-kegiatan yang mubazir, berbau jahiliah dan cenderung kepada kemaksiatan. Secara etimologis Valentine berasal dari kata Valentinus yang artinya adalah suatu kartu ucapan selamat yang dikirimkan kepada orang-orang yang disayangi, baik yang benar-benar disayangi atau pura-pura disayangi. Berdasarkan yang dikutip dari Webster's New 20th Century Dictionary perayaan Valentine berasal dari perayaan Lupercali. Yaitu upacara ritual yang dilakukan oleh orang-orang Romawi kuno setiap tanggal 15 Februari sebagai penghormatan kepada Lupercus dewa padang rumput yang dideskripsikan mempunyai tanduk, kaki, dan telinga seperti kambing. Pada perayaan itu nama-nama wanita dimasukkan kedalam jambangan bunga. Setiap pria yang hadir mengambil secarik kertas. Wanita yang namanya tertera dalam kertas itu menjadi teman kencannya semalam suntuk. Kemudian pada tahun 469 pihak gereja yakni Paus Celecius merubah menjadi tanggal 14 Februari untuk mengenang kematian seorang pendeta yang bernama Saint Valentine yang tewas sebagai martir pada abad III (martir adalah istilah yang dipakai untuk orang-orang yang mati mempertahankan prinsip-prinsipnya) dan menetapkan menjadi Saint Valentine's Day. Pastor Valentine ditangkap dan dipenjara karena menentang kebijakan kaisar Romawi (Cladius II) yang melarang pemuda-pemudi untuk menikah. Sang kaisar menginginkan pemuda-pemuda yang lajang untuk menjadi tentara dan pergi berperang. Tetapi sang pastor malah dengan diam-diam menikahkan sepasang muda-mudi. Hal ini diketahui oleh sang kaisar. Bukan main marahnya sang kaisar, akibatnya sang pastor mengakhiri hidupnya dengan tanpa kepala (dipancung) pada tanggal 14 Februari 269. Ketika pastor Valentine dipenjara, banyak surat-surat simpati dari para pemuda yang sedang kasmaran yang ditujukan kepadanya. Melalui surat itulah mereka mengungkapkan perasaan sayangnya kepada kekasihnya dan berharap mereka bila menikah. Sebenarnya kalau kita menyadari apa yang sebenaranya terjadi dibalik perayaan Valentine tentulah kita tidak akan berminta. Allah telah berfirman dalam Al Baqoroh: 120. "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." ( QS. Al- Baqaroh: 120) Jelas sudah bahwa mereka senantiasa benci kepada kita kecuali kita berpartisipasi pada acara ritual mereka, model pakaian dan pola pikir yang mereka miliki. Dan perayaan Valentine adalah salah satu sarana mereka untuk memurtadkan kita tanpa kita sadari. Dan media massa seperti koran, tabloid, televisi, radio, majalah dan lain-lain, adalah sarana yang sangat efektif untuk kampanye program-program mereka. Jika terlibat didalamnya kita akan dijerumuskan kedalam kemaksiatan tanpa kita sadari. Valentine adalah kegiatan ritual yang bukan berasal dari Islam. Dalam pemahaman Islam, kegiatan ritual yang bukan berdasarkan syariat Islam dan tidak dicontohkan Rasulullah SAW seperti halnya Natal, Tahun baru Masehi, Imlek dan sebagainya maka harus kita sikapi seperti Rasulullah mensikapi tawaran kaum Quraisy untuk sama-sama melaksanakan ibadah secara Islam dan ibadah jahiliah secara bergantian. Tawaran tersebut dijawab oleh Allah dengan firmannya: "Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku". (QS. Al Kaafirun: 6) Dalam masalah aqidah dan ibadah, Islam mengajarkan kita untuk bersikap tegas. Dengan begitu kemuliaan Islam dan umatnya akan terjaga. Dinul Islam sarat dengan nilai kasih sayang. Bahkan tegaknya Dinul Islam atas dasar kasih sayang. Coba simak firman Allah SWT berikut: "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. Al-Fath:29) Sejalan dengan itu Rasulullah juga pernah menyampaikan: "Belum sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri" Kasih sayang dalam Islam bersifat Universal. Ia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, ia juga tidak dibatasi oleh objek dan motif. Kasih sayang diwujudkan dalam bentuk yang nyata seperti silaturahmi, menjenguk yang sakit, meringankan beban tetangga yang sedang ditinpa musibah, mendamaikan orang yang berselisih, mengajak kepada kebenaran (amar ma'ruf) dan mencegah dari perbuatan munkar. Sudah saatnya pemuda Islam sadar dari keterpurukan dan bangkit menyongsong masa depan yang sudah berada di tangan Islam. Kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau bukan kita, lalu siapa lagi. Sumber: Sejahtera Bersama Umat (SBI) From: Kusnadi_Dinata@indofood.co.id To: is-lam@isnet.org Sender: Kusnadi_Dinata/CKP/INDOFOOD@indofood.co.id Date: Thu, 31 Dec 1998 15:15:54 +0700 |
|
SMA NU AL MA'RUF KUDUS
Kokoh dan Elegan, Jl. AKBP R. Agil Kusumadya No. 2 Kudus, Jawa Tengah
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
PENINGKATAN KOMPETENSI GURU (PKG)
Penyelenggara oleh LPTK Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Tanggal 14-17 dan 26-27 Desember 2012 di Hotel Muria Semarang Jawa Tengah.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
LAGI SANTAI SEJENAK DI "SOLO PARAGON Hotel and Residence"
Dalam Acara Workshop "Implementasi Pendidikan Karakter dan Antikorupsi" Di Solo Paragon (Hotel and Residence) Solo Jawa Tengah. Diselenggarakan oleh Dirjen Dikmen, Kemendikbud Republik Indonesia tanggal 16 - 19 Nopember 2012.
Wednesday, 29 August 2012
Valentine's Days 2
Valentine's Days 1
|
|
Sumber: Harian Umum Pikiran Rakyat Hari/Tanggal: Kamis, 12 Februari 2004 VALENTINE'S DAYS atau hari kasih sayang adalah sebuah tradisi bagi kaum muda mudi yang biasa diperingati setiap tanggal 14 Februari di berbagai negara yang secara realitanya bukan hanya remaja dan ABG (Anak Baru Gede) saja, tapi mereka yang sudah berkeluarga pun ikut memeriahkannya dengan berbagai cara serta keunikan tersendiri dalam mengungkapkan sebuah arti kasih sayang. Dengan berlabelkan Cinta, Valentine's Days (baca VD) kian membudaya di Indonesia entah sejak kapan asal muasal VD datang dan dimeriahkan di negeri ini, yang jelas VD adalah sebuah prodak Eropa beberapa abad lalu yang kemudian diikuti oleh sebagian rakyat Indonesia. Banyak versi yang menerangkan asal muasal VD. Versi Pertama, VD adalah sebuah tanggal untuk mengenang tokoh Kristen bernama Santa Valentine yang tewas sebagai martir, ia hukum mati dengan cara dipukuli dan dipenggal kepalanya pada tanggal 14 Februari 270 M oleh Kaisar Romawi yaitu Raja Cladius II (268-270). Versi Kedua, VD adalah sebuah tanggal untuk untuk menghormati Dewi Juno yang dikenal dengan Dewi perempuan dan perkawinan, adalah suatu kepercaayaan bangsa Romawi Kuno bahwa Dewi Juno adalah Ratu dari Dewa dan Dewi bangsa Romawi. Kemudian diikuti oleh hari sesudahnya yaitu tanggal 15 Februari sebagai Perayaan Lupercalia yakni sebuah upacara pensucian serta memohon perlindungan kepada Dewa Lupercalia dari gangguan Srigala dan ganguan-ganguan lainnya. Versi Ketiga, Ken Sweiger dalam artikel "Should Biblical Christian Observe It?" mengatakan bahwa kata "Valentine" adalah berasal dari kata Latin yang memiliki arti : "Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa" yang ditujukan kepada Tuhan orang Romawi yaitu Nimrod dan Lupercus. Nah sekarang coba anda fikirkan apabila anda mengatakan "to be my Valentine" ini berarti anda memintanya menjadi "Sang Maha Kuasa" sesuatu yang sangat berlebihan sekali. Apabila kita perhatikan beberapa versi di diatas, sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan hari kasih sayang, namun hanya sebagai penghormatan belaka. Apalagi di zaman sekarang dengan datangnya VD banyak orang yang memanfaatkannya dengan membuat produk-produk yang bernuansa Valentine, sebagai tanda kasih sayang yang dipersembahkan kepada sang kekasih, teman dan sebagainya, yang mengekor budaya barat dan tidak tahu asal muasalnya. Umumnya mereka saling mengucapkan "Selamat Hari Valentine", mengirim bunga dan kartu Valentine's Days, ada juga yang saling mencurahkan isi hati, bahkan menyatakan cinta dan kasih sayangnya yang mereka anggap "Inilah Hari Kasih Sayang". Rasulullah saw bersabda : "Barang siapa yang meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut." (H.R. Tirmidzi)
Firman Allah swt.: "Hai manusia, sesungguhnya Kami
menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita,
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
saling mengenal. Sesungguhnya orang mulia diantara kamu
disisi Allah adalah orang yang paing bertaqwa. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal." (Q.S.
al-Hujurat:13). |
|
Harlah, Natal dan Maulid
|
|
Menggunakan ketiga kata di atas dalam satu napas tentu
banyak membuat orang marah. Seolah-olah penulis menyamakan
ketiga peristiwa itu karena bagi kebanyakan Muslimin, satu
dari yang lain sangat berbeda artinya. Harlah (hari lahir) digunakan untuk menunjuk pada saat kelahiran seseorang atau sebuah institusi. Dengan demikian, ia memiliki "arti biasa" yang tidak ada kaitannya dengan agama. Sementara bagi Muslimin, kata Maulid selalu diartikan saat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kata Natal bagi kebanyakan orang, termasuk kaum Muslimin dan terlebih -lebih umat Kristen, memiliki arti khusus yaitu hari kelahiran Isa Al -Masih. Karena itulah, penyamaannya dalam satu napas yang ditimbulkan oleh judul di atas dianggap "bertentangan" dengan ajaran agama. Karena dalam pandangan mereka, istilah itu memang harus dibedakan satu dari yang lain. Penyampaiannya pun dapat memberikan kesan lain, dari yang dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya. Natal, yang menurut arti bahasanya adalah sama dengan kata harlah, hanya dipakai untuk Nabi Isa al-Masih belaka. Jadi ia mempunyai arti khusus, lain dari yang digunakan secara umum -seperti dalam bidang kedokteran, seperti perawatan prenatal yang berarti "perawatan sebelum kelahiran". Yang dimaksud dalam peristilahan 'Natal' adalah saat Isa Al-Masih dilahirkan ke dunia oleh "perawan suci" Maryam. Karena itulah ia memiliki arti tersendiri, yaitu saat kelahiran anak manusia bernama Yesus Kristus untuk menebus dosa manusia. Karena kaum Nasrani mempercayai adanya dosa asal. Anak manusia yang bernama Yesus Kristus itu sebenarnya adalah anak Tuhan, yang menjelma dalam bentuk manusia, guna memungkinkan "penebusan dosa" tersebut. Sedangkan Maulid adalah saat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pertama kali dirayakan kaum Muslimin atas perintah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi dari Dinasti Mamalik yang berkebangsaan Kurdi itu. Dengan maksud untuk mengobarkan semangat kaum Muslimin, agar menang dalam Perang Salib (crusade), maka ia memerintahkan membuat peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad tersebut, enam abad setelah Rasulullah wafat. Peristiwa Maulid itu hingga kini masih dirayakan dalam berbagai bentuk, walaupun Dinasti Sa'ud melarangnya di Saudi Arabia. Karya- karya tertulis berbahasa Arab banyak ditulis dalam puisi dan prosa untuk "menyambut kelahiran" itu. Karenanya dua kata (Natal dan Maulid) yang mempunyai makna khusus tersebut, tidak dapat dipersamakan satu sama lain, apa pun juga alasannya. Karena arti yang terkandung dalam tiap istilah itu masing -masing berbeda dari yang lain, siapapun tidak dapat membantah hal ini. Sebagai perkembangan "sejarah ilmu", dalam bahasa teori Hukum Islam (fiqh) kedua kata Maulid dan Natal adalah "kata yang lebih sempit maksudnya, dari apa yang diucapkan" (yuqlaqu al'am wa yuradu bihi al -khash). Hal ini disebabkan oleh perbedaan asal-usul istilah tersebut dalam sejarah perkembangan manusia yang sangat beragam itu. Bahkan tidak dapat dimungkiri, bahwa kata yang satu hanya khusus dipakai untuk orang -orang Kristiani, sedangkan yang satu lagi dipakai untuk orang-orang Islam. Natal, dalam kitab suci Alqur'an disebut sebagai "yauma wulida" (hari kelahiran, yang secara historis oleh para ahli tafsir dijelaskan sebagai hari kelahiran Nabi Isa, seperti terkutip: "kedamaian atas orang yang dilahirkan (hari ini)" (salamun yauma wulid) yang dapat dipakaikan pada beliau atau kepada Nabi Daud. Sebaliknya, firman Allah dalam surat al-Maryam: "Kedamaian atas diriku pada hari kelahiranku" (al-salamu 'alaiyya yauma wulidtu), jelas-jelas menunjuk kepada ucapan Nabi Isa. Bahwa kemudian Nabi Isa "dijadikan" Anak Tuhan oleh umat Kristiani, adalah suatu hal yang lain lagi, yang tidak mengurangi arti ucapan Yesus itu. Artinya, Natal memang diakui oleh kitab suci al-Qur'an, juga sebagai kata penunjuk hari kelahiran-Nya, yang harus dihormati oleh umat Islam juga. Bahwa, hari kelahiran itu memang harus dirayakan dalam bentuk berbeda, atau dalam bentuk yang sama tetapi dengan maksud yang berbeda, adalah hal yang tidak perlu dipersoalkan. Jika penulis merayakan Natal adalah penghormatan untuk beliau dalam pengertian yang penulis yakini, sebagai Nabi Allah SWT. Sedangkan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (Saladin the Saracen), penguasa dari wangsa Ayyub yang berkebangsaan Kurdi/ non-Arab itu, enam abad setelah Nabi Muhammad SAW wafat, harus berperang melawan orang-orang Kristiani yang dipimpin Richard berhati singa (Richard the Lion Heart) dan Karel Agung (Charlemagne) dari Inggris dan Prancis untuk mempertanggungjawabkan mahkota mereka kepada Paus, melancarkan Perang Salib ke tanah suci. Untuk menyemangatkan tentara Islam yang melakukan peperangan itu, Saladin memerintahkan dilakukannya perayaan Maulid Nabi tiap-tiap tahun, di bulan kelahiran beliau. Bahwa kemudian peringatan itu berubah fungsinya, yang tidak lagi mengobarkan semangat peperangan kaum Muslimin, melainkan untuk mengobarkan semangat orang-orang Islam dalam perjuangan (tidak bersenjata) yang mereka lakukan, itu adalah perjalanan sejarah yang sama sekali tidak mempengaruhi asal-usul kesejarahannya. Jadi jelas bagi kita, kedua peristiwa itu jelas mempunyai asal- usul, dasar tekstual agama dan jenis peristiwa yang sama sekali berbeda. Ini berarti, kemerdekaan bagi kaum Muslimin untuk turut menghormati hari kelahiran Nabi Isa, yang sekarang disebut hari Natal. Mereka bebas merayakannya atau tidak, karena itu sesuatu yang dibolehkan oleh agama. Penulis menghormatinya, kalau perlu dengan turut bersama kaum Kristiani merayakannya bersama-sama. Dalam literatur fiqh, jika kita duduk bersama-sama dengan orang Lain yang sedang melaksanakan peribadatan mereka, seorang Muslim diperkenankan turut serta duduk dengan mereka asalkan ia tidak turut dalam ritual kebaktian. Namun hal ini masih merupakan "ganjalan" bagi kaum muslimin pada umumnya, karena kekhawatiran mereka akan "dianggap" turut berkebaktian yang sama. Karena itulah, kaum Muslimin biasanya menunggu di sebuah ruangan, sedangkan ritual kebaktian dilaksanakan di ruang lain. Jika telah selesai, baru kaum Muslimin duduk bercampur dengan mereka untuk menghormati kelahiran Isa al-Masih. Inilah "prosedur" yang ditempuh oleh para pejabat kita tanpa mengerti sebab musababnya. Karena jika tidak datang melakukan hal itu, dianggap "mengabaikan" aturan negara, sebuah masalah yang sama sekali berbeda dari asal-usulnya. Sementara dalam kenyataan, agama tidak mempersoalkan seorang pejabat datang atau tidak dalam sebuah perayaan keagamaan. Karena jabatan kenegaraan bukanlah jabatan agama, sehingga tidak ada keharusan apapun untuk melakukannya. Namun seorang pejabat, pada umumnya dianggap mewakili agama yang dipeluknya. Karenanya ia harus mendatangi upacara-upacara keagamaan yang bersifat 'ritualistik', sehingga kalau tidak melakukan hal itu ia akan dianggap 'mengecilkan' arti agama tersebut. Itu adalah sebuah proses sejarah yang wajar saja. Setiap negara Berbeda dalam hal ini, seperti Presiden AS yang tidak dituntut untuk mendatangi peringatan Maulid Nabi Saw. Di Mesir umpamanya, Mufti kaum Muslimin-yang bukan pejabat pemerintahan- mengirimkan ucapan selamat Natal secara tertulis, kepada Paus Shanuda (Pausnya kaum Kristen Coptic di Mesir). Sedangkan kebalikannya terjadi di hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, bukan pada hari Maulid Nabi SAW. Padahal di Indonesia pejabat beragama Kristiani, kalau sampai tidak mengikuti peringatan Maulid Nabi SAW akan dinilai tidak senang dengan Islam, dan ini tentu berakibat pada karier pemerintahannya. Apakah ini merupakan sesuatu yang baik atau justru yang buruk, penulis tidak tahu. Kelanjutan sejarah kita sebagai bangsa, akan menunjukkan kepada generasi-generasi mendatang apakah arti moral maupun arti politis dari "kebiasaan" seperti itu. Di sini menjadi jelas bagi kita, bahwa arti pepatah lain padang lain ilalang, memang nyata adanya. Semula sesuatu yang mempunyai arti keagamaan (seperti perayaan Natal), lama-kelamaan "dibudayakan" oleh masyarakat tempat ia berkembang. Sebaliknya, semula adalah sesuatu yang "dibudayakan" lalu menjadi berbeda fungsinya oleh perkembangan keadaan, seperti Maulid Nabi saw di Indonesia. Memang demikianlah perbedaan sejarah di sebuah negara atau di kalangan suatu bangsa. Sedangkan di negeri lain orang tidak pernah mempersoalkannya baik dari segi budaya maupun segi keyakinan agama. Karenanya, kita harus berhati-hati mengikuti perkembangan seperti itu. Ini adalah sebuah keindahan sejarah manusia, bukan? * Jerusalem, 20 Desember 2003 Penulis adalah Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB. |
|
Tentang Manusia 3
Asal Manusia
Menurut Bibel, Al-Quran, Sains
oleh Dr. Maurice Bucaille
Kompleksitas Cairan PembuahIni merupakan suatu konsep yang sangat tepat dan dengan gamblang diungkapkan dalam ayat-ayat Al-Quran berikut ini. [Tulisan Arab] "Sungguh Kami telah membentuk manusia dari sejumlah kecil cairan yang bercampur." (QS 76 :2) Istilah 'cairan-cairan yang bercampur' berkaitan dengan kata Arab amsyaj. Para pengulas terdahulu mengartikan kata ini sebagai suatu cairan laki-laki dan wanita[9] sedemikian sehingga seakan-akan wanita juga menghasilkan cairan-cairan yang berperan dalam reproduksi. Penafsiran seperti ini tak bisa dipertahankan lagi. Hal ini tak lain adalah cerminan dari gagasan-gagasan yang populer pada saat Al-Quran diwahyukan kepada manusia, suatu periode yang di dalamnya secara amat alami orang tak tahu apa-apa tentang fisiologi atau embriologi wanita. Hal ini menjelaskan kenapa para pengulas terdahulu percaya pada kemaujudan suatu cairan yang bersumber dari wanita yang berperan dalam proses pembuahan. Celakanya, pendapat-pendapat seperti ini, yang diungkapkan oleh para pengulas yang tak syak lagi sangat terkemuka dan memenuhi syarat untuk berbicara tentang masalah-masalah keagamaan, terus mempengaruhi penafsiran-penafsiran yang diberikan oleh para ahli masa kini berkenaan dengan berbagai macam masalah, yaitu gejala-gejala alam. Oleh karena itu, kita mesti menegaskan fakta bahwa sel telur wanita tidak terkandung di dalam suatu cairan seperti sperma, dan bahwa berbagai keluaran getah yang benar-benar terjadi di dalam vagina dan lendir rahim sepenuhnya tak ada hubungannya dengan pembentukan suatu manusia baru sejauh menyangkut zat aktual mereka. 'Cairan-cairan yang bercampur' yang dirujuk oleh Al-Quran hanya khas bagi cairan sperma yang kompleksitasnya dengan demikian terpaparkan. Seperti kita ketahui, cairan ini terdiri atas keluaran-keluaran getah dari kelenjar-kelenjar berikut ini: buah pelir-buah pelir benih (mani), prostat* dan kelenjar-kelenjar yang melekat pada saluran kencing. Al-Quran masih menyebut hal-hal lain. Ia juga menjelaskan kepada kita bahwa unsur pembuah pria berasal dari cairan sperma. "(Tuhan) menjadikan keturunannya dari saripati cairan yang hina." (QS 32:8) Kata sifat 'yang hina' (mahin di dalam bahasa Arab) mesti diterapkan tidak saja pada sifat cairan itu sendiri melainkan juga pada fakta bahwa ia disemprotkan melalui saluran kencing. Mengenai kata 'saripati', kita sekali lagi bertemu dengan kata Arab sulalat, yang kepadanya kita tadi merujuk dalam memperbincangkan pembentukan manusia, selama Penciptaan, dari 'sari pati' lempung. Hal itu menunjuk pada 'sesuatu yang diambil dari sesuatu yang lain', sebagaimana kita lihat di atas, dan juga kepada bagian terbaik dari sesuatu '. Konsep yang diungkapkan di sini tidak bisa tidak, membuat kita berpikir tentang spermatozoa. Penanaman Telur Dalam Organ-Organ Kemaluan Wanita ------------------------------------------------------------ Penanaman sel telur yang telah terbuahi di dalam rahim disebutkan dalam banyak ayat Al-Quran. Kata Arab yang digunakan dalam konteks ini adalah 'alaq, yang arti tepatnya adalah 'sesuatu yang bergantung' sebagaimana dalam ayat berikut ini. [Tulisan Arab] "Bukankah (manusia) dahulu adalah sejumlah kecil sperma yang ditumpahkan? Kemudian ia menjadi sesuatu yang bergantung; lalu Allah membentuknya dalam ukuran yang tepat dan selaras." (QS 75:37-38) Merupakan suatu fakta yang kuat bahwa sel telur yang dibuahi tertanam dalam lendir rahim kira-kira pada hari keenam setelah pembuahan mengikutinya dan secara anatomis sungguh telur tersebut merupakan sesuatu yang bergantung. Gagasan tentang 'kebergantungan' mengungkapkan arti asli kata dalam bahasa Arab 'alaq. Salah satu turunan dari kata tersebut adalah 'segumpal darah,' suatu penafsiran yang masih kita temukan sekarang dalam terjemahan-terjemahan Al-Quran. Hal ini sepenuhnya merupakan terjemahan yang tidak tepat dari pengulas-pengulas zaman dahulu yang melakukan penafsiran menurut arti turunan kata tersebut. Karena kurangnya pengetahuan pada waktu itu, maka mereka tak pernah menyadari bahwa arti asli kata tersebut sudah sepenuhnya memadai. Di samping itu, dalam hal ayat-ayat yang mengandung pengetahuan modern, ada satu kaidah umum yang terbukti tak pernah salah, yaitu bahwa makna paling tua dari suatu kata selalu merupakan arti yang dengan jelas menunjukkan kesetaraannya dengan penemuan-penemuan ilmiah, sedang arti-arti turunannya secara berubah-ubah membawa kepada pernyataan-pernyataan yang tidak tepat atau malah sama sekali tak punya arti. Evolusi Embrio di Dalam Rahim ------------------------------------------------------------ Segera setelah berevolusi melampaui tahap yang dicirikan di dalam Al-Quran oleh kata sederhana 'sesuatu yang bergantung,' embrio, menurut Al-Quran, melewati satu tahap yang di dalamnya ia secara harfiah tampak seperti daging (daging yang digulung-gulung). Sebagaimana kita ketahui ia terus tampak demikian sampai kira-kira hari kedua puluh ketika ia mulai secara bertahap mengambil bentuk manusia. Jaringan-jaringan tulang dan tulang belulang mulai tampak dalam embrio itu yang secara berturutan diliputi oleh otot-otot. Gagasan ini diungkapkan dalam Al-Quran sebagai berikut: [Tulisan Arab] "Kami bentuk hal yang menjadi segumpal daging yang digulung-gulung, dan segumpal daging itu Kami bentuk menjadi tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging yang utuh." (QS 23 14) Dua tipe daging yang diberi dua nama berbeda di dalam Al-Quran, yang pertama 'daging yang digulung-digulung' disebut sebagai mudhraj, sedang yang kedua 'daging yang masih utuh' ditunjukkan oleh kata lahm yang memang menguraikan secara amat tepat bagaimana rupa otot itu. Al-Quran juga menyebutkan munculnya indera-indera dan bagian-bagian dalam tubuh. [Tulisan Arab] "(Tuhan) menganugerahkan bagimu pendengaran, penglihatan dan bagian-bagian dalam tubuh." (QS 32:9) Penunjukan dalam Al-Quran kepada organ-organ seksual mesti juga kita perhatikan, karena perujukan olehnya sungguh sangat tepat sebagaimana ditunjukkan oleh ayat ini. [Tulisan Arab] "(Tuhan) membentuk berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan dari sejumlah kecil (sperma) ketika sejumlah kecil (sperma) itu dipancarkan." (QS 53 :45-46) Sebagaimana telah kita lihat di atas, Al-Quran menekankan fakta bahwa hanya sejumlah amat kecil cairan sperma yang dibutuhkan untuk pembuahan. Unsur pembuah pria, yaitu spermatozoa, mengandung hemicromosom yang akan menentukan jenis kelamin calon manusia itu. Saat-saat yang menentukan terjadi ketika spermatozoa menembus sel telur dan kemudian jenis kelamin tersebut tidak berubah. Ayat-ayat yang dikutip di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin manusia ditentukan oleh sejumlah kecil cairan pembuah. Cairan inilah yang membawa spermatozoa yang mengandung hemicromosom yang menentukan bentuk seksual manusia baru. Dalam konteks ini teks Al-Quran dan data embriologi modern secara sangat mencengangkan ternyata sama. Semua pernyataan ini sesuai dengan fakta-fakta kuat masa kini. Tetapi bagaimana orang-orang yang hidup pada masa Muhammad dapat mengetahui berbagai rinci embriologi? Karena data ini belum ditemukan sampai seribu tahun setelah wahyu Al-Quran diturunkan. Sejarah sains membuat kita menyimpulkan bahwa tak ada satu penjelasan manusia mengenai kemaujudan ayat-ayat ini di dalam Al-Quran. Transformasi-Transformasi Bentuk Manusia Sepanjang Abad dan Perkembangan Embrionik ------------------------------------------------------------ Bagi orang-orang yang tidak akrab dengan embriologi dan genetika, tidak segera tampak bahwa setiap dan semua modifikasi yang berlangsung di dalam individu manusia berasal dari perubahan-perubahan yang terjadi pada gen-gen yang diberikan kepada individu baru oleh kromosom-kromosom yang diturunkan dari ayah dan ibunya. Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, satu pembagian berlangsung dalam setiap warisan genetis yang diikuti satu penyatuan unsur-unsur yang berasal dari paruh masing-masing. Hal ini dengan cepat menimbulkan awal perubahan-perubahan morfologis selama kehamilan, dan dengan demikian juga modifikasi-modifikasi fungsional yang muncul kemudian. Dengan demikian transformasi-transformasi terus berlangsung setelah lahirnya sang bayi, melewati pertumbuhan masa kecil, hingga individu tersebut mencapai kedewasaan dan transformasi-transformasi tersebut sepenuhnya sempurna. Jika konsep-konsep ini tidak dipahami dengan benar, maka kesalahan-kesalahan bisa terjadi berkenaan dengan gagasan-gagasan orang-orang yang biasa berpikir bahwa ayat-ayat Al-Quran yang dikutip dalam bab ini berkenaan hanya dengan perkembangan bayi di dalam rahim dan mengabaikan perkembangan morfologis berikutNya dari manusia itu. Itulah sebabnya kenapa sangat penting untuk memasukkan semua ayat yang merujuk pada reproduksi manusia dalam studi kita mengenai bagian -bagian teks Al-Quran yang- sejauh yang dapat saya lihat berhubungan dengan transformasi-transformasi bentuk manusia selama berabad-abad. Untuk menjernihkan persoalan ini, saya akan memberikan satu contoh berkenaan dengan transformasi patologis yang terdiri atas suatu kerusakan bawaan yang khususnya umum terjadi di antara kesalahan-kesalahan pembentukan manusia: yaitu mongolisme.° Penemuan-penemuan telah menunjukkan bahwa hal itu disebabkan atau diakibatkan oleh berlipat tiganya suatu kromosom yang telah diberi nomor 21, yang darinya kerusakan tersebut mengambil nama Trisomi 21. Pada masa kini diketahui bahwa penyebabnya terletak pada gen-gen yang terkandung dalam kromosom dan bahwa kerusakan tersebut terjadi dengan frekuensi maksimum ketika ibu sang bayi berumur lebih dari 40 tahun. Penyakit tersebut dicirikan oleh suatu perkembangan fisik dan intelegensia kanak-kanak dan bentuk-bentuk morfologis khas tertentu yang barangkali tidak tampak jelas waktu kelahiran tapi kemudian menjadi sangat nyata. Jadi, kondisi tersebut dikenali, cepat atau lambat, sesuai dengan tingkat keseriusannya. Meskipun demikian, apa pun kasusnya, karakteristik dasarnya diperoleh selama minggu-minggu pertama kehidupan. Modifikasi-modifikasi morfologis yang bermacam-macam dalam diri manusia mengikuti pola yang sama. Proses tersebut bermula selama kehamilan, dan secara bertahap menjadi lebih nyata hingga manusia tersebut mencapai kedewasaan. Dengan demikian, selama generasi-generasi yang berturutan yang memisahkan Australopitecus dari manusia modern (yang mencapai sepuluh ribu unit), masuk akallah untuk beranggapan bahwa tak sedikit modifikasi yang terjadi dalam setiap generasi, yang secara bertahap tertumpuk hingga menghasilkan transformasi-transformasi yang melahirkan manusia sebagaimana kita kenali pada masa kini. Oleh karena itu, adalah mustahil, berkenaan dengan hasil akhirnya, untuk memisahkan modifikasi-modifikasi kecil yang selaras yang terjadi atau berlangsung dalam setiap generasi di dalam rahim dari transformasi-transformasi menyeluruh yang terjadi atas sejumlah besar generasi. Penjelasan ini diperlukan untuk memahami cara Al-Quran mengungkapkan konsep ini, sehubungan dengan evolusi embrio di dalam rahim, menurut kehendak Allah, sebagaimana dinyatakan dengan jelas di dalam Al-Quran. ------------- Catatan kaki: ° Mongolisme: kepandiran bawaan, yang dalam kepandiran bawaan itu seorang anak dilahirkan dengan tengkorak kepala yang pendek dan rata (pesek), kedua mata yang sipit, dan kelainan-kelainan lain -penyunting (SELESAI) ________________________________________ Asal Manusia Menurut Bibel, Al-Quran, Sains oleh Dr. Maurice Bucaille Penerbit Mizan, Cetakan VII, 1994 |
Islam dan Politik 3
AGAMA DAN NEGARA DALAM ISLAM Telaah atas Fiqh Siyasy Sunni oleh Nurcholish Madjid Salah satu hal mengenai Islam yang tidak mungkin diingkari ialah pertumbuhan dan perkembangan agama itu bersama dengan pertumbuhan dan perkembangan sistem politik yang diilhaminya. Sejak Rasulullah s.a.w. melakukan hijrah dari Mekkah ke Yatsrib -yang kemudian diubah namanya menjadi Madinah- hingga saat sekarang ini dalam wujud sekurang-kurangnya Kerajaan Saudi Arabia dan Republik Islam Iran, Islam menampilkan dirinya sangat terkait dengan masalah kenegaraan. Sesungguhnya, secara umum, keterkaitan antara agama dan negara, di masa lalu dan pada zaman sekarang, bukanlah hal yang baru, apalagi hanya khas Islam. Pembicaraan hubungan antara agama dan negara dalam Islam selalu terjadi dalam suasana yang stigmatis. Ini disebabkan, pertama, hubungan agama dan negara dalam Islam adalah yang paling mengesankan sepanjang sejarah umat manusia. Kedua, sepanjang sejarah, hubungan antara kaum Muslim dan non-Muslim Barat (Kristen Eropa) adalah hubungan penuh ketegangan. Dimulai dengan ekspansi militer-politik Islam klasik yang sebagian besar atas kerugian Kristen (hampir seluruh Timur Tengah adalah dahulunya kawasan Kristen, malah pusatnya) dengan kulminasinya berupa pembebasan Konstantinopel (ibukota Eropa dan dunia Kristen saat itu), kemudian Perang Salib yang kalah-menang silih berganti namun akhirnya dimenangkan oleh Islam, lalu berkembang dalam tatanan dunia yang dikuasai oleh Barat imperialis-kolonialis dengan Dunia Islam sebagai yang paling dirugikan. Disebabkan oleh hubungan antara Dunia Islam dan Barat yang traumatik tersebut, lebih-lebih lagi karena dalam fasenya yang terakhir Dunia Islam dalam posisi "kalah," maka pembicaraan tentang Islam berkenaan dengan pandangannya tentang negara berlangsung dalam kepahitan menghadapi Barat sebagai "musuh." Pengalaman Islam pada zaman modern, yang begitu ironik tentang hubungan antara agama dan negara dilambangkan oleh sikap yang saling menuduh dan menilai pihak lainnya sebagai "kafir" atau "musyrik" seperti yang terlihat pada kedua pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia dan Republik Islam Iran. Saudi Arabia, sebagai pelanjut faham Sunni madzhab Hanbali aliran Wahabi, banyak menggunakan retorika yang keras menghadapi Iran sebagai pelanjut paham Syi'i yang sepanjang sejarah merupakan lawan kontroversi dan polemik mereka. Iran sendiri, melihat Saudi Arabia sebagai musyrik karena tunduk kepada kekuatan-kekuatan Barat yang non-Islam. Semua itu memberi gambaran betapa problematisnya perkara sumber legitimasi dari sebuah negara yang mengaku atau menyebut dirinya "negara Islam." Sikap saling membatalkan legitimasi masing-masing antara Saudi Arabia dan Iran mengandung arti bahwa tidak mungkin kedua-duanya benar. Yang mungkin terjadi ialah salah satu dari keduanya salah dan satunya lagi benar, atau kedua-duanya salah, sedangkan yang benar ialah sesuatu yang ketiga. Atau mungkin juga masing-masing dari keduanya itu sama-sama mengandung unsur kebenaran dan kesalahan. Eksperimen Madinah Hubungan antara agama dan negara dalam Islam, telah diberikan teladannya oleh Nabi s.a.w. sendiri setelah hijrah dari Makkah ke Madinah (al-Madinah, kota par excellence). Dari nama yang dipilih oleh Nabi s.a.w. bagi kota hijrahnya itu menunjukkan rencana Nabi dalam rangka mengemban misi sucinya dari Tuhan, yaitu menciptakan masyarakat berbudaya tinggi, yang kemudian menghasilkan suatu entitas sosial-politik, yaitu sebuah negara. Negara Madinah pimpinan Nabi itu, seperti dikatakan oleh Robert Bellah, seorang ahli sosiologi agama terkemuka, adalah model bagi hubungan antara agama dan negara dalam Islam. Muhammad Arkoun, salah seorang pemikir Islam kontemporer terdepan, menyebut usaha Nabi s.a.w. itu sebagai "Eksperimen Madinah." Menurut Muhammad Arkoun, eksperimen Madinah itu telah menyajikan kepada umat manusia contoh tatanan sosial-politik yang mengenal pendelegasian wewenang (artinya, wewenang atau kekuasan tidak memusat pada tangan satu orang seperti pada sistem diktatorial, melainkan kepada orang banyak melalui musyawarah) dan kehidupan berkonstitusi (artinya, sumber wewenang dan kekuasaan tidak pada keinginan dan keputusan lisan pribadi, tetapi pada suatu dokumen tertulis yang prinsip-prinsipnya disepakati bersama). Karena wujud historis terpenting dari sistem sosial-politik eksperimen Madinah itu ialah dokumen yang termasyhur, yaitu Mitsaq al-Madinah (Piagam Madinah), yang di kalangan para sarjana modern juga menjadi amat terkenal sebagai "Konstitusi Madinah." Piagam Madinah itu selengkapnya telah didokumentasikan oleh para ahli sejarah Islam seperti Ibn Ishaq (wafat 152 H) dan Muhammad ibn Hisyam (wafat 218 H). Menurut Al-Sayyid Muhammad Ma'ruf al-Dawalibi dari Universitas Islam Internasional Paris "yang paling menakjubkan dari semuanya tentang Konstitusi Madinah itu ialah bahwa dokumen itu memuat, untuk pertama kalinya dalam sejarah, prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah kenegaraan dan nilai-nilai kemanusiaan yang sebelumnya tidak pernah dikenal umat manusia." Ide pokok eksperimen Madinah oleh Nabi ialah adanya suatu tatanan sosial-politik yang diperintah tidak oleh kemauan pribadi, melainkan secara bersama-sama; tidak oleh prinsip-prinsip ad hoc yang dapat berubah-ubah sejalan dengan kehendak pemimpin, melainkan oleh prinsip-prisip yang dilembagakan dalam dokumen kesepakatan dasar semua anggota masyarakat, yaitu sebuah konstitusi. Masa Khilafah Rasyidah (Kekhalifahan Yang Bijaksana) Apa yang terjadi pada kaum Muslim penduduk Madinah selama tiga hari jenazah Nabi s.a.w. terbaring di kamar A'isyah menjadi agak kabur oleh adanya polemik-polemik yang sengit antara kaum Syi'ah dan kaum Sunnah. Kaum Sunnah mengklaim bahwa dalam tiga hari itu memang terjadi musyawarah pengganti Nabi, yang kemudian mereka bersepakat memilih dan mengangkat Abu Bakr. Kaum Syi'ah, mengklaim bahwa yang terjadi ialah semacam persekongkolan kalangan tertentu, dipimpin oleh 'Umar, untuk merampas hak Ali sebagai penerus tugas suci Nabi. Klaim adanya hak bagi 'Ali untuk menggantikan Nabi didasarkan antara lain pada makna pidato Nabi dalam peristiwa yang hakikatnya tetap dipertengkarkan, yaitu semacam rapat umum di suatu tempat bernama Ghadir Khumm. Peristiwa itu terjadi sekitar dua bulan sebelum Nabi wafat, ketika beliau dalam perjalanan pulang dari haji perpisahan (hijjat al-wada') meminta semua pengikut beliau itu berkumpul di Ghadir Khumm itu sebelum terpencar ke berbagai arah. Dalam rapat besar itu beliau berpidato yang sangat mengharukan, (karena memberi isyarat bahwa beliau akan segera berpulang ke rahmatullah). Menurut kaum Syi'ah Nabi s.a.w. menegaskan wasiat bahwa 'Ali adalah calon pengganti sesudah beliau. | |||||||
|
Islam dan Politik 2
| |
| |